JAKARTA - Direktur Utama Pertamina periode 2006-2009 Ari Soemarno mengungkapkan, pemerintah belum akan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Pasalnya, pemerintah masih mempertimbangkan beberapa faktor.
Salah satu faktornya adalah rupiah yang makin melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan harga keekonomian Pertalite.
"Kalau bicara (menurunkan harga) Pertalite ada 3 faktor yang berpengaruh, tapi faktor utamanya seberapa besar pemerintah mau subsidi karena pergerakan harga sudah disubsidi cukup besar," ujarnya dalam Energy Corner, Senin 24 Oktober.
Ia menambahkan, harga keekonomian Pertalite seharusnya kini berada di level Rp11.000 per liter dan Pertamax berada di level Rp14.500 per liter.
"Kalau sekarang harga Pertalite jauh di bawah harga Pertamax berarti subsidi akan keekonomiannya cukup besar, karena harga keekonomian Pertamax Rp14.500. Kemungkinan ke depan tergantung harga minyak dan harga kurs rupiah," bebernya.
Dari sisi harga minyak dunia, lanjut Ari, harga minyak jika dibandingkan dengan beberapa bulan terakhir memang menurun, sebab pasar cenderung pesimis dengan permintaan yang dinilai masih terlalu rendah.
Kondisi itu menyebabkan OPEC memangkas produksi hariannya sebanyak 2 juta barel agar bisa meningkatkan harga minyak mentah.
Akibatnya, harga minyak yang sebelumnya mencapai 80-an dolar per barel kembali meningkat menjadi 90 dolar per barel
"Kenapa mereka umumkan itu? Karena mereka merasa pesimis bahwa demand turun terus dan harganya turun terus. Dan bagi OPEC patokan terbaik adalah 90 karena itu adalah harga yang dipakai dalam anggaran belanja negaranya," lanjut Ari.
BACA JUGA:
Jika hinga akhir tahun 2023, tidak ada kejadian luar biasa, harga minyak mentah kemungkinannya masih di atas 90 dolar per barel.
Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut, Ari menambahkan, jika energi bukanlah komoditas yang murah dan meminta masyarakat untuk belajar berhemat.
"Pergerakan harga tinggi karena OPEC bilang itu reasonable, maka kita harus belajar jangan berharap BBM bisa turun," pungkasnya.