Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati memastikan hingga saat ini belum ada pembicaraan terkait rencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Tidak ada (rencana menaikkan harga Pertalite dan Solar). Sampai saat ini tidak ada pembahasan tentang itu. Hanya pembahasan mengenai tambahan anggaran," ujar Nicke dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI, dikutip Minggu 10 Juli.

Nicke mengungkapkan, terkait keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan wewenang pemerintah karena Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) dan solar merupakan Jenis BBM Tertentu (JBT) ditentukan harganya oleh pemerintah.

"Kami hanya sebagai pelaksana dan menaikkan harga tidak serta-merta. Harus melalui sosialisasi dan edukasi," imbuh Nicke.

Lebih lanjut Nicke menjelaskan, kenaikan harga minyak yang sangat tinggi mengakibatkan beberapa negara mengalami krisis energi, sehingga Pertamina sebagai BUMN energi membuat perencanaan yang akurat dengan menyeimbangkan antara aspek ketahanan energi nasional dan kondisi korporasi.

Dengan peningkatan harga minyak dan gas, kata Nicke tantangan berat di sektor hilir adalah harga keekonomian produk meningkat tajam. Bila dibandingkan dengan harga keekonomian, harga jual BBM dan LPG yang ditetapkan Pemerintah sangat rendah.

Per Juli 2022, untuk Solar CN-48 atau Biosolar (B30), dijual dengan harga Rp5.150 per liter, padahal harga keekonomiannya mencapai Rp18.150. Jadi untuk setiap liter Solar, Pemerintah membayar subsidi Rp13.000.

Untuk Pertalite, lanjut Nicke, harga jual masih tetap Rp7.650 per liter, sedangkan harga pasar saat ini adalah Rp17.200. Sehingga untuk setiap liter Pertalite yang dibayar oleh masyarakat, Pemerintah mensubsidi Rp9.550 per liternya.

Demikian juga untuk LPG PSO, dimana sejak 2007 belum ada kenaikan, harganya masih Rp4.250 per kilogram, dimana harga pasar Rp15.698 per kg. Jadi subsidi dari pemerintah adalah Rp11.448 per kilo.

Untuk Pertamax, Pertamina masih mematok harga Rp12.500. Padahal untuk RON 92, kompetitor sudah menetapkan harga sekitar Rp17.000. Karena secara keekonomian harga pasar telah mencapai Rp17.950.

“Kita masih menahan dengan harga Rp12.500, karena kita juga pahami kalau Pertamax kita naikkan setinggi ini, maka shifting ke Pertalite akan terjadi, dan tentu akan menambah beban negara,” pungkas Nicke.