JAKARTA - Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) memastikan stok pertalite dan solar dalam kondisi aman. Selain itu, perseroan juga menegaskan bahwa proses distribusi dilakukan dengan maksimal.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, pertumbuhan ekonomi dan kegiatan ekonomi masyarakat berdampak pada meningkatnya kebutuhan energi masyarakat.
“Rata-rata konsumsi harian BBM nasional di tahun 2022 ini sudah lebih tinggi dibandingkan konsumsi normal harian sebelum pandemi ditahun 2019. Untuk mengantisipasi tingginya permintaan, kami akan pastikan stok dalam kondisi aman dan distribusi ke SPBU akan kami maksimalkan,” jelas Irto dalam keterangan resmi, Senin 22 Agustus.
Irto melanjutkan ketahanan stok untuk pertalite dan solar sangat aman, per 19 Agustus kemarin di atas 19 hari dan produksi terus dilakukan. Untuk proses distribusi dan kondisi stok di SPBU juga akan terus dimonitor secara real time melalui Pertamina Integrated Command Centre (PICC), sehingga SPBU yang stoknya sudah dibatas minimal dapat segera disuplai kembali.
“Jadi masyarakat tidak perlu khawatir. Kami mengimbau masyarakat agar tetap membeli BBM sesuai dengan kebutuhan,” lanjutnya.
BACA JUGA:
Untuk informasi, saat ini pemerintah tengah menggodok kebijakan harga BBM beserta efek yang akan ditimbulkan jika nantinya pemerintah resmi menaikkan harga. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut saat ini pemerintah tengah membahas rencana penaikan harga bahan bakar minyak jenis Pertalite sebagai respons atas tingginya harga minyak mentah dunia.
Adapun pada tahun ini kuota BBM jenis pertalite adalah sebanyak 23 juta kilo liter. Dari jumlah itu catatan pemakaian hingga Juli 2022 telah mencapai 16,8 juta kilo liter. Sementara untuk solar sudah tersalurkan 9,9 juta kilo liter dari kuota 14,9 juta kilo liter.
Adapun di sisi penganggaran, terjadi lonjakan nilai subsidi dengan dana tambahan Rp75 triliun dari sebelumnya Rp134 triliun. Kemudian untuk kompensasi melesat dari Rp18,5 triliun menjadi Rp275 triliun.