JAKARTA - Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mendorong penggunaan benih bawang merah berteknologi TSS (True Shallot Seed) atau dikenal dengan pemanfaatan biji botani, untuk meningkatkan hasil panen.
“Memang kami masih dorong terus untuk pengembangan benih TSS. Kami lihat dari biaya produksi, terutama biaya benih, lebih murah dibandingkan menggunakan umbi,” kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu 28 September.
Prihasto mengatakan kelebihan benih bawang merah TSS adalah mampu mendongkrak hasil umbi bawang merah sampai dua kali lipat dibandingkan penggunaan benih umbi. Selain itu, benih tersebut juga bebas penyakit dan virus, penggunaan benih lebih sedikit, pengangkutan lebih mudah, dan daya simpan lebih lama dibandingkan umbi.
Sekitar 50 persen benih bawang asal biji masih dapat berkecambah setelah disimpan 1-2 tahun. Daya simpan benih bawang asal umbi juga hanya empat bulan.
Kendati banyak kelebihan, lanjut Prihasto, adopsi benih TSS oleh petani cukup sulit, terutama mengubah kebiasaan lama ke baru.
“Tantangannya apa? Satu, benih biji rata-rata menghasilkan umbi tunggal. Masyarakat rata-rata ingin umbi yang banyak siungnya. Kalau ditanya ke masyarakat mereka enggan menggunakan yang besar-besar karena boros,” kata Prihasto.
Tantangan kedua, kata pria yang biasa disapa Anton itu, mayoritas petani lebih memilih varietas bawang merah yang telah lama digunakan, seperti Bima Brebes dan Tajuk.
Selanjutnya tantangan ketiga adalah masa tanam hingga panen lebih lama dibanding varietas yang sudah ada.
“Tapi untuk bawang merah ini bijinya masih sangat-sangat terbatas. Dari varietas yang ada, belum ada untuk pengembangan bijinya,” kata dia.
Pengembangan TSS skala nasional telah diinisiasi Ditjen Hortikultura sejak 2018. Pada 2020, Ditjen Hortikultura mengembangkan budidaya bawang merah TSS di lahan seluas 1.100 hektare, naik 915 hektare di 2021. “Target 2022 seluas 1.000 hektare. Teknologi TSS berpotensi meningkatkan produksi dan efisiensi biaya produksi,” katanya.
Selain mengintroduksi benih baru, Ditjen Hortikultura juga menyiapkan strategi pengamanan bawang merah secara nasional.
Pertama, menyediakan gudang berkapasitas besar dilengkapi penyimpanan berpendingin untuk pengelolaan stok. Kedua, optimalisasi pemanfaatan gudang di daerah.
BACA JUGA:
Ketiga, kata Prihasto, memperkuat sistem manajemen pola tanam antar-wilayah dan antar-waktu. Keempat, perbaikan sistem budidaya bawang merah baik benih asal umbi maupun biji (TSS). Kelima, aktivasi asuransi usaha tani bawang merah atau AUBM.
“Kita sudah dorong terus dari 2018 untuk asuransi ini,” katanya.
Keenam, mengembangkan pasar lelang di sentra-sentra produksi bawang merah. Dan terakhir, koordinasi serta sinergi pengendalian inflasi bersama champion, Bank Indonesia, dan tim pemantau inflasi pusat/tim pemantau inflasi daerah.
Kementan mendorong bawang merah lewat program kampung hortikultura seperti kampung bawang merah.
"Kampung-kampung ini terkonsentrasi untuk pengembangan bawang merah dalam satu desa, satu wilayah yang belum banyak mengembangkan bawang merah di wilayah tersebut,” kata Prihasto.
Dalam prognosa produksi dan neraca bawang merah periode Januari-Desember 2022, Kementan memperkirakan akan ada surplus di akhir tahun. Surplus serupa terjadi tiga tahun terakhir, yaitu 161.851 ton pada 2019, 299.228 ton pada 2020, dan 2021 surplus 303.910 ton.