Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan bahwa tren penurunan harga minyak dunia berpotensi terus berlanjut pada tahun depan.

Menurut dia, hal tersebut didasari pada proyeksi pelemahan ekonomi global yang diyakini bakal berlangsung pada sepanjang 2023. Kata dia, negara-negara ekonomi raksasa seperti Amerika dan kawasan Eropa hampir dapat dipastikan mengalami resesi.

“Amerika dan Eropa jelas potensi resesinya sangat tinggi. Kenapa? Karena inflasi mereka melonjak sangat tinggi dan menjadi yang terbesar dalam 40 tahun terakhir,” ujarnya pada Rabu, 7 September.

Menkeu menambahkan, atas situasi itu bank sentral kemudian melakukan langkah antisipatif pengendalian inflasi melalui percepatan pengurangan likuiditas di pasaran serta mengerek tingkat suku bunga acuan.

Dalam kondisi demikian maka risiko stagflasi menjadi sangat mungkin yang tercermin dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, inflasi tinggi dan rate interest yang lebih besar.

“Jadi kita akan lihat bahwa seandainya outlook dari negara-negara yang masuk resesi pasti permintaan terhadap minyak itu turun. Maka, pressure terhadap kenaikan harga diharapkan akan berkurang dan membuat harga tidak lagi di atas 100 dolar atau lebih rendah,” tuturnya.

Adapun, dampak dari kenaikan harga minyak global beberapa waktu lalu membuat pemerintah mau tidak mau melakukan penyesuaian terhadap banderol BBM di dalam negeri.

Ini terlihat dari keputusan menaikan harga BBM subsidi pada pekan lalu guna mengurangi ancaman tekanan APBN karena harus menanggung sebagian beban nilai jual. Sehingga, apabila level acuan minyak dunia terus menurun maka harga BBM di dalam negeri bisa ikut melandai.

Mengutip aman loilprice.com pada 31 Agustus 2022, harga minyak mentah jenis WTI Crude tercatat bertengger di posisi 89,55 dolar AS per barel. Sementara itu, Brent Crude tercatat pada 95 dolar AS per barel.

Angka jauh lebih rendah dari puncak kenaikan harga yang sempat menyentuh 126 dolar per barel.