Bagikan:

JAKARTA - Perlambatan ekonomi global di tahun 2023 diprediksi juga akan terasa di Indonesia, meski potensi untuk resesinya kecil. Karena itu, Ekonom dari Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, pemerintah perlu usaha ekstra jika ingin mencapai pertumbuhan 5,3 persen di tahun depan. 

"Dari sisi demand permintaan turun, dan produktif sektor ekonomi masih akan ada tantangan yang cukup tinggi. Sehingga untuk bisa tumbuh solid 5 persen mungkin masih ada kerja ekstra dari pemerintah," ungkap Joshua, Senin, 7 November. 

Joshua mengatakan demand atau permintaan yang menurun adalah dari ekspor. Karena permintaan dari mitra dagang utama yaitu Amerika Serikat dan Eropa mengalami penurunan. Kemudian sektor industri mulai merasakan dampaknya, misalnya sektor tekstil, maupun sektor yang bahan bakunya impor maupun berorientasi ekspor. 

Lebih lanjut, Joshua mengatakan beberapa waktu lalu juga ramai disebut industri tekstil melakukan PHK massal. Tingkat pengangguran, kata Joshua, jauh lebih rendah saat awal pandemi. 

"Bukan berarti jika resesi global, berhenti produktivitasnya, mungkin akan menurun tetapi tidak akan mengkhawatirkan seperti saat pandemi.  Kita melihat beberapa sektor akan terkena dampak. Namun jika dia bisa melakukan efisiensi dan strategi bisnis tentunya dia akan bisa membatasi (PHK)," jelas Joshua. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perekonomian Indonesia masih bagus. Terlihat dari inflasi yang terus menurun. Bahkan menurut Airlangga, Indonesia dan negara Asia lainnya punya resiliensi jika resesi global terjadi pada 2023 mendatang. 

"Tahun depan (2023) bisa menyentuh angka 5,3 persen," kata Airlangga. 

Kemudian hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,72 persen pada kuartal III tahun 2022 secara year on year. Di tengah kondisi global yang tidak menentu, Indonesia dinilai masih bisa menjaga perekonomian. 

Konsumsi Rumah Tangga 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2022 mencapai 5,72 persen membuat Indonesia unggul dari China, AS, dan Eropa. 

"Ini cukup menarik, pertumbuhan ekonomi nasional tetap terproyeksi baik dibandingkan negara lain karena preferensi kebijakan pemerintah yang adaptif dan produktif," kata Herry. 

Herry menyebutkan kenaikan BBM dan cara penanggulangan dampak oleh pemerintah yang membuat kinerja ekonomi Indonesia tetap eksis. 

"Pemerintah cukup lihai ya meskipun harga BBM naik. Ada upaya antisipasi melalui pemberian subsidi berupa BLT. Hal ini berdampak pada tingkat konsumsi rumah tangga yang tetap terjaga," ujarnya.

Selain itu, kata Herry, kinerja ekspor Indonesia turut menyumbang dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat di kuartal III. 

"Kinerja ekspor Indonesia per september 2022 saja ada di angka 20 persen per tahun. Artinya ada sentimen positif terhadap kegiatan ekspor yang berdampak pada tumbuhnya ekonomi," ucapnya. 

Kata Herry, faktor tersebut juga menjadi tumpuan penting dalam resiliensi ekonomi Indonesia ketika menghadapi resesi global yang diprediksi bakal terjadi. Herry menilai Indonesia akan mampu menghadapi badai resesi global ketika konsumsi rumah tangga dan kinerja ekspor terjaga. 

"Pemerintah harus tetap menjaga konsumsi rumah tangga serta kinerja ekspornya seperti subsidi BLT, dukungan modal UMKM," tandasnya. 

Menurut Herry, dengan ditunjuknya Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan G-20 maka hal ini juga menjadi momentum baik untuk meningkatkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia. 

"Efek dari Indonesia menjadi tuan rumah G-20 itu cukup baik, ada trust dari negara lain yang tercipta yang notabene dalam konteks ekonomi ini adalah variabel penting termasuk juga memicu menggeliatnya modal dan investasi di Indonesia," tuturnya.