Belajar dari Pengalaman, Ekonom Sarankan Pemerintah Jangan Lagi Berikan Subsidi ke Barang
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengungkapkan kebijakan memberikan subsidi ke barang tidak boleh lagi dilakukan di masa mendatang.

Menurutnya, kebijakan memberikan subsidi kepada orang yang lebih membutuhkan memang harus dilakukan demi mencegah terjadinya moral hazard.

"Ini pengalaman yang menurut saya dari beberapa Presiden, pengalaman yang sama itu dilakukan. Nah ini tidak boleh dilakukan lagi, sebaiknya memang ke orang saja," ujarnya dalam cara daring di Jakarta, yang dikutip Senin 5 September.

Aviliani melanjutkan, Pertamina juga dinilai tidak mampu mengawasi konsumsi BBM bersubsidi sehingga kuota pertalite yang sebelumnya sebesar 23 juta kilo liter membengkak menjadi 29 juta kilo liter dan membebani anggaran negara.

"Makanya sebaiknya subsidi memang ke orang, karena artinya di pasar jauh lebih sama harganya. Seperti sekarang, sejak kenaikan tanggal 3 September 2022, harga di SPBU tidak ada bedanya sehingga orang tidak antre di salah satu SPBU saja yang ada subsidinya karena disparitasnya makin kecil," katanya.

Aviliani juga mengapresiasi langkah pemerintah yang telah lebih dulu memberikan bantuan langsung tunai (BLT) untuk pengalihan subsidi BBM sebelum mengumumkan kenaikan harga BBM.

"Pemerintah sudah benar kemarin, kasih BLT dulu, baru kemudian harga naik. Oleh karena itu, perlu kecepatan dalam menyalurkan BLT agar masyarakat belum mengalami gap (selisih) kenaikan harga (akibat kenaikan BBM)," katanya.

Dia memahami piliihan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi untuk bisa menekan pembengkakan APBN. Ia menyebut pembengkakan APBN akan sangat berbahaya jika dibiarkan karena pemerintah nantinya harus menambah defisit anggaran.

Asal tahu saja, pemerintah telah menyiapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,7 triliun yang akan diberikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu sebesar Rp150.000 per bulan dan mulai diberikan bulan September selama 4 bulan.

Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengangan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp600.000.

"Saya juga telah memerintahan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan dua persen dana transfer umum sebesar Rp2,17 triliun rupiah untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online dan untuk nelayan," ujar Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu 3 September.