JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2023 masih mungkin terjadi penyesuaian.
Menurut Menkeu, pemerintah terus mematangkan konsep ekonomi makro untuk sepanjang tahun mendatang yang nantinya bakal tercermin dalam Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2023.
Disebutkan oleh bendahara negara jika salah satu yang menjadi fokus perhatian adalah efek rambatan dari pelemahan ekonomi dunia yang masih berlanjut.
“Asumsi pertumbuhan 5,3 persen masih di dalam rentang pembahasan awal dengan DPR dan sejalan dengan proyeksi dengan berbagai lembaga-lembaga internasional dan analis pasar. Namun, kita tetap harus waspada terjadinya kemungkinan risiko pelemahan ekonomi global yang dapat berimbas pada kinerja ekonomi nasional,” ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus.
Atas situasi tersebut, pemerintah disebut Menkeu akan fokus pada penguatan di dalam negeri guna mempertahankan tingkat konsumsi dan menopang perekonomian nasional.
“Oleh karena itu domestik dari segi konsumsi dan investasi harus dijaga momentum pemulihannya. Sementara pemerataan pertumbuhan antarpulau, antardaearah, dan antarsektor harus terus ditingkatkan,” tuturnya.
BACA JUGA:
Bendahara negara menyampaikan pula jika aspek menjaga perekonomian tidak lepas dari langkah-langkah yang akan ditempuh untuk menstabilkan harga berbagai kebutuhan strategis yang kini dalam tren peningkatan.
“Sejalan dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan menjaga inflasi di dalam negeri agar tetap terkendali,” tegas dia.
Sebagai informasi, dalam RUU APBN 2023 pemerintah mengajukan rancangan inflasi berada di kisaran 3,3 persen.
Sementara itu, beban keuangan negara pada periode mendatang cukup berat lantaran harus mematuhi mandatori defisit anggaran di bawah 3 persen PDB dalam kondisi ketidakpastian global yang berlanjut.
Adapun, untuk 2022 Indonesia banyak diuntungkan oleh windfall komoditas yang banyak memberi peningkatan di sektor penerimaan negara. Efek ‘durian runtuh’ komoditas tersebut diyakini tidak akan terulang di tahun depan dan akan kembali ke level harga normal.