JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan agar pemerintah mengatasi masalah kebocoran penggunaan BBM bersubsidi oleh industri berskala besar daripada menaikkan harga.
"Win-win solution-nya adalah pemerintah melakukan revisi aturan untuk menghentikan kebocoran solar subsidi yang dinikmati oleh industri skala besar, pertambangan dan perkebunan besar," kata Bhima dikutip dari Antara, Senin, 22 Agustus.
Menurut Bhima, dengan menutup kebocoran solar maka pemerintah bisa hemat pengeluaran subsidi mengingat 93 persen konsumsi solar adalah jenis subsidi.
Ia menuturkan mengatur kebocoran penggunaan solar bersubsidi di truk yang mengangkut hasil tambang dan sawit merupakan kebijakan yang lebih baik dibandingkan menaikkan harga jenis Pertalite dan solar.
Hal tersebut mengingat kenaikan harga Pertalite dan solar akan mempengaruhi masyarakat termasuk kelas menengah karena mereka akan mulai menahan belanjanya.
Penahanan belanja masyarakat akan berimbas pada permintaan industri manufaktur yang berpotensi terpukul, serapan tenaga kerja terganggu hingga akhirnya target-target pemulihan ekonomi pemerintah tidak sesuai target.
“Target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa buyar,” tegasnya.
Selain mengatur kebocoran penggunaan BBM bersubsidi oleh industri besar, Bhima turut menyarankan agar pemerintah menggunakan surplus APBN yang hingga Juli 2022 mencapai Rp106,1 triliun atau 0,57 persen dari PDB untuk menambal subsidi.
BACA JUGA:
Ia menambahkan, pemerintah juga bisa secara paralel memangkas belanja infrastruktur dan belanja pengadaan barang jasa di pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menambal subsidi energi.
“Kenapa surplus tadi tidak diprioritaskan untuk tambal subsidi energi? Jangan ada indikasi pemerintah tidak mau pangkas secara signifikan anggaran yang tidak urgent dan mengorbankan subsidi energi,” katanya.