JAKARTA - Rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Wakil Rektor Universitas Paramadina Handi Risza.
Handi menyadari, kebijakan ini tentu tidak bisa dilepaskan dari beban subsidi yang ditanggung pemerintah mencapai Rp578,1 triliun, akibat kenaikan harga minyak di pasar internasional dan biaya kompensasi yang harus ditanggung pemerintah. Tetapi, kebijakan menaikkan harga BBM tentunya akan memiliki dampak yang signifikan bagi kehidupan masyarakat banyak.
Salah satu dampak yang dikhawatirkan adalah kenaikan harga-harga barang, baik langsung maupun tidak langsung. "Maka sebaiknya Pemerintah melakukan pengendalian BBM bersubsidi dengan membatasi penggunanya untuk kalangan tertentu. Seperti angkutan umum hingga sepeda motor dengan cc kecil," kata Handi dalam keterangannya, Senin 22 Agustus.
Handi mengungkapkan bahwa tingginya harga komoditas di pasar internasional telah menyebabkan inflasi secara global di banyak negara.
“Inflasi tahunan sudah hampir menembus 5 persen year on year (yoy), atau berada pada level 4,94 persen yoy. Bahkan inflasi makanan telah mencapai angka 10,32 persen (yoy). Jika terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi dalam pekan depan, maka bisa dipastikan angka inflasi akan bergerak naik. Dampaknya tentu akan sangat memberatkan bagi kehidupan masyarakat kebanyakan,” lanjutnya.
Handi juga menyoroti perihal mulai pulihnya kehidupan masyarakat pasca melandainya COVID-19, yang membuat aktivitas ekonomi kembali pulih. Walaupun pertumbuhan ekonomi kuartal I dan II tumbuh sebesar 5,01 persen dan 5,44 persen, masih ditopang oleh tingginya ekspor komoditas, tetapi konsumsi masyarakat juga menunjukkan pergerakan yang signifikan.
"Kenaikan harga BBM bersubsidi, dikhawatirkan akan memukul kembali daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga berdampak terhadap pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung, bahkan pertumbuhan ekonomi dikhawatirkan akan kembali melambat," ungkap Handi.
BACA JUGA:
Menurutnya rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut akan memberikan pengaruh yang besar bagi kalangan dunia usaha, terutama sektor UMKM dan usaha kecil informal lainnya yang seringkali tidak tersentuh oleh program bantuan sosial Pemerintah. Selama ini, sebagian besar sektor UMKM dan informal tersebut memanfaatkan BBM bersubsidi dalam menjalankan usahannya.
“Apalagi sebelumnya mereka juga sudah terkena dampak dari kenaikan harga minyak goreng. Kenaikan BBM bersubsidi dikhawatirkan akan semakin membuat pengusaha UMKM dan informal lainnya semakin terpuruk, dikhawatirkan angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin meningkat.’ Ungkap Handi.
Sebagai informasi, subsidi adalah salah satu bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat banyak. Besaran subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2023 direncanakan sebesar Rp336,7 triliun.
Rinciannya adalah Rp210,7 triliun untuk subsidi energi dan Rp126 triliun untuk kompensasi energi. Artinya Pemerintah sudah memprediksi harga minyak akan kembali dibawah 100 dolar AS per barel.
“Turunnya harga minyak global, tidak lantas membuat harga BBM juga mengalami penurunan. Sehingga masyarakat menanggung beban yang besar dalam menggunakan BBM yang seharusnya disesuaikan dengan harga minyak secara global," pungkasnya.