JAKARTA - Komunikasi publik terkait rencana penaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar sangat gencar dikomunikasikan oleh Pemerintah. Mulai dari Presiden Joko Widodo, disusul Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, lalu dilanjutkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Terakhir Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo mungkin akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite dan Solar pada pekan depan.
Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengungkapkan opsi menaikkan harga BBM saat ini bukan pilihan yang tepat. Menurutnya, kenaikkan harga Pertalite dan Solar, yang proporsi jumlah konsumen di atas 70 persen sudah pasti akan menyulut Inflasi.
"Kalau kenaikan Pertalite hingga mencapai Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0.97 persen, sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen yoy," ujarnya dalam keterangan kepada media, Sabtu 20 Agustus.
Ia melanjutkan, dengan inflasi sebesar itu akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen.
BACA JUGA:
"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu. Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada tahun ini," imbuhnya.
Untuk itu, lanjut Fahmy, pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60 pesen masih tidak tepat sasaran. Menurutnya MyPertamina tidak akan efektif membatasi BBM agar tepat sasaran dan bahkan menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 CC ke bawah yang berhak mengunakan BBM subsidi.
"Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar. Di luar sepeda motor dan kendararan umum, konsumen harus menggunakan Pertamax ke atas. Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU," lanjutnya.
Untuk itu, kata dia, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi sebaiknya segera dimasukkan ke dalam Perpres No 191 tahun 2014 sebagai dasar hukum. "Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi, Pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini Pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru," pungkasnya.