Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade meminta pemerintah segera mengambil tindakan terkait isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sedang ramai diperbincangkan.

Andre menilai, pemerintah perlu membuat aturan pengendalian agar BBM bersubsidi benar-benar bisa dinikmati oleh yang berhak.

"Kami sudah menyampaikan berulang-ulang kali kepada pemerintah untuk mengambil tindakan. Apa tindakannya? Apakah pemerintah akan naikkan kuota? Itu bisa, tapi tentu ini tergantung kemampuan APBN. Atau kedua, pemerintah mengeluarkan peraturan soal pengendalian pemakaian Pertalite, dipastikan orang yang menggunakan itu tepat sasaran," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Menteri BUMN dan Menteri Perdagangan di Jakarta, Rabu, 24 Agustus.

Andre tidak ingin ada kenaikan harga BBM di tengah situasi ekonomi masyarakat yang mulai menggeliat.

Untuk itu, aturan pengendalian BBM bersubsidi dinilai menjadi solusi yang tepat di tengah ketersediaan BBM bersubsidi yang semakin menipis, imbas banyaknya masyarakat yang beralih menggunakan BBM bersubsidi karena naiknya harga minyak dunia.

"Kami mengusulkan kepada pemerintah harapan kami jangan ada kenaikan harga BBM. Untuk itu kita mengusulkan harus ada aturan pengendalian bagaimana turunan Perpres Nomor 191 tahun 2014 itu harus dibikin dan dibuat," lanjutnya.

Dia berharap, kementerian terkait segera melakukan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas pengendalian BBM bersubsidi tersebut.

"Pak Menteri tolong ini dibawa ke ratas, disampaikan ke Pak Presiden agar ada keputusan jelas aturan pengendalian sehingga BBM subsidi itu dipakai, dinikmati oleh yang berhak dan kami harapkan kenaikan harga BBM jangan dulu, karena kasihan masyarakat," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, sampai Juli 2022, BUMN PT Pertamina mencatat konsumsi Pertalite telah menembus angka 16,8 juta kiloliter atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kiloliter.

Angka konsumsi yang tinggi itu membuat kuota Pertalite hanya tersisa 6,2 juta kiloliter (KL). Sedangkan subsidi energi sudah membengkak dari Rp152,2 triliun menjadi Rp502,4 triliun.