SURABAYA -Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (Bahan bakar minyak) mendatangkan pro dan kontra. Banyak yang menolak, namun ada pula yang mendukung keputusan tersebut.
Pengamat ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya) Prof. Drs.ec. Wibisono Hardjopranoto M.S. mengatakan keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat tepat.
"Seharusnya sudah sejak dulu harus naik (BBM), dan subsidi diberikan kepada orang yang tepat," katanya saat dikonfirmasi di Mojokerto, Jatim, Sabtu malam, 3 September.
Ia mengatakan, banyak ditemukan kendaraan mewah yang antre untuk membeli BBM subsidi di SPBU, ini yang dinilainya tidak tepat sasaran.
"Ini merupakan fenomena gunung es, yang kelihatan berapa itu kebocoran-nya. APBN jebol," ucapnya.
Ia mengakui, dampak kenaikan BBM adalah terjadinya inflasi. Namun, dari kacamata ekonomi akan terkena inflasi adalah mereka yang masuk dalam fixed income group.
"Artinya yang terkena inflasi warga negara yang pengangguran, atau terkena COVID-19," ujarnya.
Ia mengatakan, penjelasan Mensos Tri Rismaharini terkait BBM ini juga bagus karena yang dibenahi subsidi tersebut.
"Jadi, kenapa subsidi orang menjadi masalah, karena administrasi kependudukan tidak bagus. Harusnya itu tidak boleh meleset, penjelasan Bu Risma tadi ada pengendalian. Dilihat rumah, atap rumah, pantas tidak dapatkan subsidi," tuturnya.
Ia mengaku yang paling terkena dampak kenaikan BBM adalah sektor transportasi logistik, tetapi pemerintah harus siap dengan inflasi.
"Supaya pemerintah tidak boleh berdiam diri harus berikan bantuan kepada warga fixed income group yaitu penduduk dengan penghasilan yang tidak disesuaikan akibat inflasi," katanya.
BACA JUGA:
Ia mengatakan, salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu subsidi yang diberikan pemerintah harus digeber, ditambah bukan dialihkan dari subsidi BBM.
"Subsidi BBM diberikan ke orang, kalau bisa ditambahkan, tergantung kemampuan APBN," ucapnya.
Dirinya juga mendorong supaya tingkat kabupaten, camat, lurah, kepala desa, RW, RT harus membantu melakukan administrasi kependudukan untuk pemberian subsidi yang tepat.
"Karena saya melihat selama ini yang mendapatkan bantuan tersebut banyak dari keluarga pejabat tadi. Itu tandanya masih banyak kebocoran," imbuhnya.