Bagikan:

JAKARTA - Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai pemerintah masih ragu-ragu dalam menerapkan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Pasalnya, hingga kini revisi Perpres No 191 Tahun 2014 belum juga ditandatangani.

Menurut Mamit, Perpres no 191 tahun 2015 menjadi salah satu solusi utama dalam menghadapi permasalahan over kuota dan penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Sebab dalam revisi perpres ini juga akan mengatur mengenai siapa saja yang berhak menenggak BBM bersubsidi.

"Jadi saya bingung di satu sisi pemerintah selalu menyampaikan keluh kesah subsidi kita berat sudah Rp502 triliun, tapi di sisi lain upaya melakukan pembatasan melalui Perpres tak kunjung ditandatangani, jadi ada semacam tarik ulur," ujar Mamit di Jakarta, Senin 15 Agustus.

Mamit menambahkan, jika pemerintah tak juga mengeluarkan revsi dan melakukan pembatasan, ia khawatir stok BBM yang saat ini tersedia tidak akan mencukupi hingga akhir tahun.

Asal tahu saja, konsumsi BBM Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL) setara dengan 73,04 persen dari total kuota ditetapkan sebesar 23 juta KL, sehingga hanya tersisa 6,2 juta KL.

"Kalau tidak ada pembatasan dan tidak ada solusi, saya kira akan jebol sampai akhir tahun. Kalau memang tidak, akan terjadi kelangkaan di beberapa wilayah terkait solar subsidi dan pertalite sehingga banyak antrean," beber Mamit.

Sementara itu saat ini Pertamina masih membuka pendaftaran aplikasiMyPertamina yang nantinya akan digunakan untuk menyalurkan subsidi bagi masyarakat yang berhak. Namun, upaya pembatasan masih belum bisa dilakukan sebab perpres belum juga diterbitkan.

Selain ragu, Mamit juga menilai pemerintah belum memiliki politic will yang kuat dalam upaya pengendalian ini. Sebab menurutnya, pejabat yang berwenang tidak satu suara dalam menyampaikan kebijakan yang akan dilakukan.

"Menteri yang mengurus energi hanya mengimbau masyarakat, sementara menteri yang tidak mengurusi energi malah bilang bersiap-siap untuk menghadapi kenaikan BBM," ujar Mamit.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta masyarakat bersiap-siap jika nantinya pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menurutnya, dampak pemerintah terus menahan kenaikan harga BBM tentunya akan berimbas pada kondisi fiskal negara yang tidak sehat karena seperempat pendapatan negara harus digunakan untuk subsidi BBM.