Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, implementasi reformasi struktural masih menjadi pekerjaan rumah (PR) di Indonesia.

"Ini termasuk bagaimana membangun struktur industri yang mampu bertahan atau resilien dari berbagai guncangan alam, geopolitik, maupun perkembangan teknologi,” kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Senin, 8 Agustus.

Sebagian agenda reformasi struktural, menurut Sri Mulyani, telah dilakukan melalui perubahan undang-undang dan peraturan, tetapi implementasinya perlu dipastikan berjalan.

Reformasi struktural penting dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan, seperti perubahan pola hidup di tengah normal baru setelah pandemi COVID-19, perubahan iklim, dan konflik geopolitik yang mengubah rantai pasok, perdagangan, serta investasi global.

“Berbagai agenda struktural seperti perbaikan produktivitas melalui perbaikan pasar tenaga kerja, infrastruktur, logistik, dan pendalaman sektor keuangan menjadi sangat penting,” ucapnya.

Sri Mulyani menuturkan, saat ini Indonesia sebagai salah satu dari lebih dari 190 negara anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menghadapi persoalan berupa perang di Ukraina dan peningkatan tensi antara China dan Taiwan.

Dengan persoalan geopolitik tersebut, diperkirakan setiap negara akan melakukan review terhadap hubungannya dengan negara lain.

"Proteksionisme kemungkinan akan semakin membesar, bahkan menguat. Hubungan investasi dan perdagangan tidak lagi didasarkan pada flow of good, capital, serta manusia yang bebas," katanya.

Selain itu, negara-negara di dunia juga menghadapi persoalan perubahan iklim yang dapat meningkatkan level kerusakan akibat bencana alam sehingga reformasi struktural menjadi semakin urgen diimplementasikan.

"Ini perlu diantisipasi oleh Indonesia sebagai negara kepulauan. Ribuan pulau Indonesia bisa terancam apabila suhu dunia berubah dan permukaan air laut meningkat," ucapnya.