Bagikan:

JAKARTA - Pakar ekonomi dan bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro menuturkan, raihan laba bersih Pertamina pada 2021 sebesar Rp29,3 triliun patut diapresiasi.

"Ini kan luar biasa. Meningkat 95 persen dari laba bersih tahun sebelumnya," ujarnya dikutip dari Antara, Kamis, 4 Agustus.

Mudradjat menyatakan, perolehan laba bersih Pertamina tersebut tidak perlu dibanding-bandingkan dengan laba Petronas, perusahaan minyak Malaysia yang meraih laba Rp159,7 triliun karena memang tidak apple to apple.

Apalagi, lanjutnya, BUMN migas tersebut juga harus menjalankan public service obligations  (PSO) di seluruh Indonesia, yang merupakan amanah Pasal 33 UUD 1945

Pertamina, lanjutnya, di satu sisi sebagai persero dituntut meraih laba sebanyak-banyaknya, namun sebagai pengemban PSO, BUMN tersebut juga harus siap merugi.

Sebab, melalui PSO harga produk yang disubsidi tersebut, seperti Solar dan Pertalite, ditetapkan Pemerintah.

Menurut dia, PSO itulah yang membedakan antara Pertamina dan Petronas, apalagi, penugasan yang diterima Pertamina meliputi seluruh wilayah NKRI yang sangat luas dengan kondisi geografis yang sulit.

"Selain itu, dalam praktik, pasti ada dilema, antara memenuhi amanah UUD dengan amanah UU tentang Perseoran Terbatas. Karena terkait UU tentang PT harus lari 100 Km/jam. Tetapi kalau bicara PSO, harus pemerataan karena 27 persen rakyat kita masih di bawah garis kemiskinan. Pertamina harus menjual produk subsidi yang harganya sudah ditentukan. Dan itu tidak mudah,” tutur Mudradjat.

Itu sebabnya, Mudrajad memberi apresiasi kepada Pertamina atas raihan laba bersih 2021 sebesar Rp29,3 triliun tersebut.

Terlebih, Pertamina juga masih berkontribusi melalui pajak sebesar Rp126,7 triliun dan juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) sebesar Rp73,1 Triliun.

Dikatakan Mudrajad, lonjakan laba bersih sebesar 95 persen dibandingkan tahun lalu, karena Pertamina berhasil menjalankan efisiensi dengan baik.

"Efisiensi Pertamina lumayan, dan harus diakui. cost saving yang dilakukan Pertamina, menghemat 1,3 miliar dolar AS, cost optimization menghemat 2,2 miliar dolar AS, dan cost avoidance sebesar 350 Juta dolar," kata dia.