PMI Manufaktur Indonesia Salip Vietnam, Negara Maju Korsel dan Taiwan Masuk Zona Kontraksi
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyambut positif perbaikan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur dari 50,2 pada Juni menjadi 51,3 di periode Juli.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan tren penguatan juga dialami oleh beberapa negara seperti Malaysia (50,6) dan Thailand (52,4). Sementara beberapa yang mengalami mengalami perlambatan antara lain Jepang (52,1), Vietnam (51,2), dan Filipina (50,8).

Adapun, sejumlah negara maju seperti Korea Selatan (49,8) dan Taiwan (44,6) berada dalam zona kontraksi atau level di bawah 50.

“Pemulihan domestik yang terus terjadi menjadi faktor utama dari kinerja positif manufaktur Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Selasa, 2 Agustus.

Menurut Febrio, faktor lain yang mendukung perbaikan RI adalah pengendalian pandemi COVID-19 yang semakin baik seiring terus terakselerasinya tingkat vaksinasi penuh.

“Intervensi melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diharapkan mampu terus menjaga momentum pemulihan ini. Selain itu, tekanan harga khususnya non-energi dunia yang mulai mereda secara gradual juga diharapkan terus menjadi faktor positif ke depannya,” tutur dia.

Febrio menambahkan, tren kapasitas produksi manufaktur yang secara konsisten meningkat dalam dua triwulan terakhir dan mulai mendekati level prapandemi.

“Produksi ini terjadi seiring dengan permintaan konsumen domestik yang menguat. Permintaan dari sisi konsumsi ini akan terus dijaga agar kinerja manufaktur yang menguat ini dapat terus menopang pemulihan,” tegasnya.

Selain dinamika ekonomi global, stabilitas harga domestik akan terus menjadi perhatian seiring dengan tren inflasi yang meningkat pada Juli 2022 yang mencapai 4,94 persen year in year (yoy). Dia menyebut tingkat inflasi Indonesia secara keseluruhan masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Uni Eropa 8,9 persen.

“Meskipun sedikit meningkat, inflasi inti masih terjaga pada level 2,86 persen,” ucapnya.

Lebih lanjut, anak buah Sri Mulyani itu menjelaskan masih tingginya harga energi dunia mendorong penyesuaian beberapa harga domestik dan peningkatan subsidi serta tarif listrik.

“Dinamika global masih menjadi tantangan utama bagi stabilitas harga di dalam negeri. Namun demikian, APBN akan terus dioptimalkan sebagai shock absorber. Pergerakan administered prices relatif terkendali dibandingkan negara lain yang tidak menggunakan mekanisme subsidi energi,“ katanya.

Febrio pun menyebut harga pangan diperkirakan akan semakin stabil seiring membaiknya kondisi cuaca ke depannya. Pergerakan harga komoditas hortikultura sudah menunjukan tren melandai dalam dua minggu terakhir di periode Juli.

“Pemerintah dalam mengendalikan inflasi akan mengoptimalkan kebijakan kunci terutama menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai subsidi dan perlindungan sosial. Selain itu, PEN juga akan terus didorong untuk mengendalikan pandemi dan pulihkan ekonomi,” tutup Kepala BKF Febrio Kacaribu.