Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut bahwa perekonomian Indonesia cenderung memiliki ketahanan yang baik di tengah ketidakpastian global yang berlanjut. Menurut Menkeu, perbaikan ekonomi Indonesia justru terlihat pada diproyeksikan pertumbuhan di kuartal II 2022.

“Sinyal ini ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi serta kinerja ekspor,” ujarnya saat memberikan keterangan pers usai rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin, 1 Agustus.

Menkeu menambahkan, berbagai indikator dini pada Juni 2022 tercatat tetap baik. Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 15,4% persen secara tahunan (year on year/yoy). Kinerja sektor manufaktur tetap positif sebagaimana tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) masih ekspansif di level 50,2 dan menguat kembali pada Juli 2022 ke level 51,3.

“Kita lihat konsumsi listrik baik industri maupun bisnis juga tumbuh positif. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat ke level 128,2 dari posisi Maret 2022 di level 111,0 yang menunjukkan optimisme masyarakat terhadap prospek pemulihan ekonomi,” tuturnya.

Kemudian, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diyakini masih tetap kuat di tengah meningkatnya tekanan terhadap arus modal.

Diungkapkan oleh bendahara negara jika transaksi berjalan triwulan II 2022 diproyeksikan mencatat surplus, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus pada triwulan I terutama oleh kenaikan surplus neraca perdagangan, sejalan dengan masih tingginya harga komoditas global.

Dijelaskan Menkeu pada Juni 2022 surplus neraca perdagangan tercatat mencapai 5,09 miliar dolar AS dan selama triwulan II 2022 mencapai 15,55 miliar dolar AS.

“Neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan tetap terjaga didukung oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing (PMA),” tegasnya.

Sementara itu, investasi portofolio pada triwulan II 2022 mencatat net inflow sebesar 200 juta dolar AS. Namun demikian, memasuki triwulan III 2022 (hingga 28 Juli 2022), investasi portofolio mencatat net outflow sebesar 2,05 miliar dolar AS sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.

Adapun, posisi cadangan devisa akhir Juni 2022 masih tetap kuat, tercatat sebesar 136,4 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor.

Sebelumnya, Menkeu mengungkapkan jika tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasokan, diperparah oleh berlanjutnya perang di Ukraina, serta meluasnya kebijakan proteksionisme, terutama pangan.

Katanya, berbagai negara terutama Amerika Serikat (AS) merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi.

“Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India, diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang disertai dengan meningkatnya kekhawatiran resesi di AS,” ucap dia.

Lebih lanjut, Bank Dunia dan IMF merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan global 2022, masing-masing dari 4,1 persen menjadi 2,9 persen dan dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen.

“Meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global mengakibatkan aliran keluar modal asing, khususnya investasi portofolio, dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” tutup Menkeu Sri Mulyani.