Masih Terdampak Kenaikan Bahan Baku Karena Konflik Rusia-Ukraina, Garudafood Milik Konglomerat Sudhamek Waspodo Berhasil Tekan Penurunan Laba
Manajemen Garudafood. (Foto: Dok. Garudafood)

Bagikan:

JAKARTA - PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk masih terus berjuang untuk menumbuhkan laba bersihnya. Pasalnya, perusahaan olahan makanan milik konglomerat Sudhamek Agoeng Waspodo ini tengah menghadapi tantangan naiknya harga komoditas.

Hal tersebut tertuang dalam laporan keuangan perseroan dalam enam bulan tahun ini. Melalui keterangan tertulis, Jumat 29 Juli, Direktur Garudafood Paulus Tedjosutikno menyampaikan, perseroan tetap bisa menumbuhkan penjualan hingga 23,8 persen dari Rp4,18 triliun menjadi Rp5,18 triliun pada semester I-2022.

Pertumbuhan penjualan tersebut ditopang oleh segmen makanan utamanya dari kategori snack, dairy dan biskuit (wafer stick) yang memberikan kontribusi sebesar 87,7 persen dari seluruh porsi penjualan. Pertumbuhan sebesar 24,9 persen.

"Sedangkan untuk segmen minuman mengalami pertumbuhan sebesar 16,5 persen. Penjualan domestik Perseroan naik sebesar 24,4 persen sementara di pasar ekspor naik 11,6 persen dari tahun sebelumnya," tutur Paulus.

Di samping itu, total liabilitas perseroan pada 30 Juni 2022 tercatat turun 2,9 persen dari Rp3,74 triliun menjadi Rp3,63 triliun. Sementara ekuitas Perseroan tidak mengalami perubahan yakni Rp3,03 triliun.

Adapun total aset perseroan mencapai Rp6,66 triliun atau turun 1,6 persen dengan kas dan setara kas lebih dari Rp600 miliar di akhir 30 Juni 2022.

Namun atas kenaikan harga beberapa komoditas bahan baku sebagai dampak konflik Rusia dan Ukraina, laba bersih Garudafood masih turun. Nilainya Rp180,82 miliar atau turun 10,48 persen dari periode sama tahun lalu Rp201,99 miliar.

"Namun lebih baik dibandingkan dengan kuartal I-2022 yang turun sebesar 24 persen," kata Paulus menambahkan.

Menurut Paulus, konflik Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan memicu kelangkaan kontainer, tingginya freight cost dan kelangkaan bahan baku. Dia juga menjelaskan, kenaikan harga yang terjadi sangat cepat dan tidak terkendali ini (hiperinflasi) sudah dirasakan perseroan sejak semester II-2021 sehingga biaya produksi perseroan juga ikut terimbas naik.

Siasat Tingkatkan Kinerja

Meski begitu, Paulus menyatakan, Garudafood tetap bersyukur atas pertumbuhan penjualan di Semester I tahun ini yang jauh lebih baik dari tahun sebelumnya meskipun diterpa tantangan harga komoditas yang kian melonjak. "Hal ini ditunjang dengan semakin pulihnya ekonomi Indonesia karena penanganan COVID-19 yang semakin baik oleh pemerintah sehingga mobilitas masyarakat juga semakin tinggi," ungkap Paulus.

Bahkan, lanjut dia, perseroan sudah punya siasat untuk mengatasi kondisi tersebut dengan melakukan berbagai upaya. Di antaranya kontrak jangka panjang untuk mendapatkan harga yang stabil dan jaminan pasokan, meningkatkan persediaan untuk mengantisipasi gangguan di jalur logistik bahan baku sehingga kelangsungan proses produksi tidak sampai terganggu.

"Perseroan juga fokus menggenjot pertumbuhan volume penjualan untuk produk di kategori fast-moving. Caranya, dengan melakukan ekspansi jalur distribusi, serta digitalisasi sektor logistik," tutur Paulus.

Sebagai upaya akhir, Garudafood telah menaikkan harga jual per kg secara bertahap untuk produk-produk di kategori tertentu sejak Januari 2022. "Kami optimis pada akhir 2022 kami mampu mencapai pertumbuhan penjualan dan laba bersih yang lebih baik dibandingkan tahun lalu," kata Paulus berharap.