JAKARTA – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melaporkan berhasil menghimpun laba bersih sebesar Rp20,2 triliun pada akhir semester I 2022. Torehan itu melesat 61,7 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibanding periode yang sama 2021 dengan Rp12,5 triliun.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan kinerja apik perseroan pada paruh pertama tahun ini tidak lepas dari kinerja intermediasi yang moncer. Dia menjelaskan bahwa pertumbuhan kredit Bank Mandiri secara konsolidasi per kuartal II 2022 menembus Rp1.138,3 triliun atau tumbuh 12,22 persen.
“Lewat pencapaian tersebut Bank Mandiri juga menjadi bank dengan penyaluran kredit terbesar di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Kamis, 28 Juli.
Darmawan menambahkan, perbaikan kinerja ini selaras dengan kondisi perekonomian nasional yang masih bertumbuh.
“Hasil yang kami peroleh mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia masih relatif stabil meski diterpa oleh ketidakpastian global,” tuturnya.
Darmawan merinci, kredit perseroan masih ditopang segmen korporasi yang naik 10,6 persen dari Rp369 triliun menjadi Rp409 triliun. Pertumbuhan kredit ini juga turut mendorong pertumbuhan total aset Bank Mandiri secara konsolidasi yang mencapai Rp1.786 triliun atau 13 persen.
“Kami optimistis kredit dapat tumbuh sampai 12 persen di akhir tahun,” tegas dia.
Dari sisi profitabilitas, bank berkode emiten BMRI ini berhasil mencatatkan net interest margin (NIM) 5,37 persen. Lalu untuk return on equity (ROE) diketahui 23,03 persen, meningkat 791 bps secara tahunan.
BACA JUGA:
Kemudian untuk likuiditas, BMRI membukukan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp1.318,42 triliun atau menjadi DPK terbesar di industri perbankan Indonesia.
Lebih lanjut, Bank Mandiri mengklaim bahwa rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) terjaga di level 2,47 persen. Angka ini didapat berkat optimalisasi kualitas aset serta efisiensi, biaya kredit atau cost of credit (CoC) menjadi 1,27 persen di akhir semester I 2022.
“Dalam menjaga kualitas aset, Bank Mandiri telah menjalankan proses mitigasi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian termasuk menjaga rasio pencadangan dalam posisi yang mencukupi," kata Darmawan.
Adapun, posisi restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 kian melandai jadi Rp58,2 triliun. Jumlah tersebut sudah jauh lebih rendah dari posisi Juni 2021 yang sebesar Rp96,5 triliun.
Selanjutnya pada pembiayaan berkelanjutan tembus Rp226 triliun, termasuk diantaranya penyaluran sektor hijau sebesar Rp105 triliun.
“Kami siap secara konsisten berkontribusi sebesar 21 persen sampai 23 persen terhadap porsi pembiayaan hijau nasional guna mendukung tercapainya target Nationally Determined Contribution (NDC) di tahun 2030 dan Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060,” ucap dia.