JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Kekayaan Negara (DJKN), sebagai instansi pemerintah yang bertugas mengelola barang milik negara (BMN), buka suara atas polemik alih kendali Bandara Halim Perdanakusuma yang melibatkan TNI Angkatan Udara dengan Lion Group.
Direktur Barang Milik Negara DJKN Encep Sudarwan menilai bahwa persoalan ini mencuat lantaran adanya kekeliruan persepsi atas pengelolaan BMN.
“Ini mungkin ada sedikit missed,” ujarnya ketika memberikan keterangan kepada awak media melalui saluran virtual pada Jumat, 22 Juli.
Menurut Encep, berdasarkan regulasi yang berlaku maka setiap pemanfaatan BMN harus mendapat persetujuan secara sah dari Kementerian Keuangan.
“Bahwa yang namanya pemanfaatan BMN, prinsipnya harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan sebagai pengelola barang. Jadi, instansi lain mau itu TNI, Polri, semua itu adalah statusnya pengguna barang. Nah, kalau kami adalah pengelola barangnya,” tutur dia.
Encep pun memastikan bahwa pihaknya akan mengupayakan komunikasi dengan pihak-pihak terkait guna mengurai polemik yang terjadi di lapangan.
“Kami akan mengadakan rapat dulu sama mereka untuk melihat duduk persoalannya,” tegas Encep.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan melalui DJKN merupakan institusi pemerintah yang ditugaskan sebagai pengelola barang milik negara. Dalam menjalankan tugasnya, DJKN membuka peluang bagi penggunaan BMN ini kepada instansi pemerintah lain.
Seperti dalam konteks Bandara Halim Perdanakusuma, penggunaannya kemudian diserahkan kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Lalu, Kemenhan menyerahkan penggunaan teknis kepada TNI, dalam hal ini adalah TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Adapun, polemik terbaru muncul lantaran TNI AU ditengarai telah memberikan hak kendali Bandara Halim kepada salah satu anak usaha Lion Group dari sebelumnya PT Angkasa Pura II.
Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, Lion Group diyakini telah menyerahkan persyaratan sekitar Rp17 miliar untuk bisa ‘masuk’ ke bandara yang kini sedang direnovasi tersebut.