JAKARTA - Bandara Halim Perdanakusuma merupakan salah satu aset negara yang pengelolaannya secara umum diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan.
Dalam pengelolaan bandara tersebut, DJKN kemudian menyerahkan status penggunaan kepada Kementerian Pertahanan untuk kemudian ditangani secara teknis oleh TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Dalam perjalanannya, kendali Bandara Halim menemui permasalahan lantaran TNI AU disebut telah setuju untuk memberikan pengelolaan fasilitas transportasi ini kepada PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) yang merupakan anak usaha dari Lion Group.
Masuknya ATS direncanakan bakal menggantikan tugas PT Angkasa Pura II selaku operator Bandara Halim selama ini. Akan tetapi, kesepakatan TNI AU dan Lion sejak 2004 silam tidak kunjung terealisasi hingga hari ini.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Barang Milik Negara (BMN) DJKN Encep Sudarwan buka suara. Anak buah Sri Mulyani itu menduga adanya kekeliruan persepsi atas pengelolaan BMN.
“Ini mungkin ada sedikit missed,” katanya ketika menjawab pertanyaan awak media pada Jumat, 22 Juli.
BACA JUGA:
Secara tegas Encep mengatakan bahwa setiap pemanfaatan aset negara ataupun BMN yang bersifat strategis harus mendapat persetujuan pimpinan tertinggi Kementerian Keuangan.
“Bahwa yang namanya pemanfaatan BMN, prinsipnya harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan sebagai pengelola barang,” ucap dia.
Meski demikian Encep tidak memberikan keterangan secara terperinci apakah alih kendali Bandara Halim Perdanakusuma sudah mendapat ‘lampu hijau’ dari Menkeu Sri Mulyani atau belum. Dia pun berjanji untuk membuka jalur komunikasi dengan pihak-pihak terkait guna mengurai permasalahan di lapangan.
“Kami akan mengadakan rapat dulu sama mereka untuk melihat duduk persoalannya,” kata Encep.