JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima kedatangan pakar pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD) Tualar Simarmata, Rabu, 20 Juli.
Pertemuan kali ini untuk mencari solusi mengatasi ancaman krisis pangan dunia.
Pada kesempatan itu, Tualar Simarmata yang juga Guru Besar Fakultas Pertanian UNPAD memperkenalkan inovasi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Teknologi (IPAT BO).
Ia mengatakan, IPAT BO merupakan inovasi teknologi produksi padi terpadu melalui restorasi kesuburan lahan sawah dengan menggunakan teknik tanam kembar (twin seedling) atau juga dikenal dengan teknik jejer manten.
Dengan pemanfaatan teknologi itu, lanjut dia, akan mengurangi penggunaan bibit, menghemat penggunaan air, dan memanfaatkan pupuk berbasis organik, yaitu menggunakan kompos jerami sebagai sumber nutrisi mikroba tanah.
“Teknologi ini pernah kami terapkan di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, bekerja sama dengan TNI dalam pendampingannya, dan berhasil menghasilkan 11-13 ton per hektar," katanya.
Menanggapi hal itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan apresiasinya atas inovasi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Teknologi (IPAT BO).
Ia juga menekankan pentingnya berbagai terobosan dan inovasi di sektor teknologi pertanian, sehingga dapat mengoptimalisasikan hasil produksi pertanian. Terlebih, dalam menghadapi ancaman krisis pangan (food security) dan mewujudkan ketahanan serta kemandirian pangan nasional.
"Yang harus dipikirkan adalah bagaimana diwaktu yang akan datang kegiatan pertanian dapat semakin mudah dilakukan, menghasilkan produksi yang melimpah, dan dengan ongkos produksi yang murah bagi para petani," tuturnya.
Moeldoko yang juga Ketua Umum HKTI menyebut, saat ini angka rata-rata hasil produktivitas padi baru mencapai 5-6 ton per hektar, dan perlu ditingkatkan produktivitasnya menjadi 7-8 ton per hektar.
BACA JUGA:
Untuk itu, diperlukan inovasi tepat guna agar produktivitas di sektor pertanian bisa lebih ditingkatkan.
"Kehadiran inovasi seperti IPAT BO sangat dibutuhkan dan perlu untuk diperkenalkan lebih luas kepada para petani kita. Inisiatif seperti ini perlu untuk diteruskan, sehingga kita mampu berdaulat pangan," tandas Moeldoko.