371 Juta Orang di Asia Pasifik Alami Gizi Buruk, Moeldoko Gagas Membangun Ketahanan Pangan di Forum FAO
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam Pertemuan Tingkat Menteri Asia Pasifik (APRC) ke-37 di Kolombo, Sri Lanka, (Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Sebanyak 371 juta orang di Asia Pasifik mengalami kekurangan gizi, hal ini diperburuk dengan meningkatnya harga pangan. Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko yang menyampaikan gagasan regenerasi petani sebagai solusi untuk membangun ketahanan pangan.

Dalam paparanya, Moeldoko menilai perubahan iklim, krisis ekonomi dan ketidakpastian pasokan global telah memberikan dampak yang sangat buruk terhadap wilayah Asia Pasifik, termasuk dampaknya pada produksi pertanian.

Fenomena tersebut dibahas dalam Pertemuan Tingkat Menteri Asia Pasifik (APRC) ke-37 di Kolombo, Sri Lanka, yang diselenggarakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) pada tanggal 19-22 Februari 2024.

Dalam pertemuan ini, Indonesia memainkan peran strategis dalam mendorong transformasi sistem pangan dan pertanian di kawasan Asia Pasifik. Hal ini terlihat dari bagaimana Indonesia diminta menjadi pembicara dalam 7 sesi dari total 10 sesi pada pertemuan tersebut.

“Indonesia berbagi pembelajaran dan mendorong solusi-solusi baru untuk membangun ketahanan pangan bersama. Diantaranya, kita usulkan pembentukan pusat pelatihan regenerasi petani kawasan Asia Pasifik di Indonesia,” jelas Moeldoko pada agenda utama APRC di Kolombo, Sri Lanka, Rabu 21 Februari.

Konferensi Regional Asia Pasifik FAO (APRC) merupakan forum resmi yang dihadiri para Menteri Pertanian dan pejabat tinggi negara-negara anggota FAO untuk berdiskusi dan menguraikan permasalahan pangan di kawasan serta membangun kerja sama untuk penguatan prioritas dan solusi terkait pangan dan pertanian. Dalam pertemuan ini, turut mempromosikan koherensi regional dalam kebijakan global dan isu-isu politik.

Pada kesempatan yang sama, Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto turut membahas mengenai Prioritas Nasional dan Regional. Ia menyampaikan komitmen Indonesia dalam mendorong percepatan sistem pangan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan serta upaya pemenuhan ketersediaan pangan bagi 278 juta rakyat Indonesia.

Ia meneruskan untuk penanganan jangka pendek dampak krisis, Pemerintah memprioritaskan penyediaan safety net program bagi vulnerable communities, terutama petani skala kecil dan nelayan.

Sedangkan dalam jangka panjang, upaya konkret Pemerintah dilakukan melalui penguatan dan perluasan pusat-pusat produksi pangan nasional, utamanya optimasi pengelolaan lahan rawa existing serta perluasannya serta modernisasi pertanian melalui mekanisasi dan digitalisasi, hingga upaya regenerasi petani dan penguatan peran petani milenial.

“Indonesia juga mengusulkan pengembangan sistem perbenihan nasional dengan dukungan teknologi modern, kami juga mengundang kolaborasi global atas inisiatif ini,” ujar Prihasto.

Selain itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera menyampaikan berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi penyelamatan pangan (saving food saving water). Ia menjelaskan pentingnya Science, Technology and Information (STI) untuk mencapai SDGs zero hunger.

“Untuk mengantisipasi penyelamatan pangan, dapat kita lakukan dengan pengurangan food losses dan food waste. Termasuk pemanfaatan digital pada prakteknya, untuk itu Pemerintah Indonesia mendukung adanya program Digital Village Initiative” ujarnya.

Sementara, Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pertanian dan  Delegasi dari Kementerian Luar Negeri juga akan melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menteri Pertanian Vietnam sebagai tindak lanjut kunjungan Presiden Republik Indonesia ke Vietnam pada Januari 2024 untuk membahas mengenai peningkatan kerjasama dan investasi terkait sektor pangan dan pertanian, termasuk pembahasan aspek halal di Indonesia.

Terpisah, Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal mengatakan posisi Indonesia semakin strategis dalam isu pangan dunia. Hal ini terlihat dari bagaimana Indonesia diminta berbagi pengalaman dan solusi di tujuh ministerial meeting dari total 10 pertemuan yang ada.

“Kami secara aktif berkolaborasi dengan pemerintah Indonesia dan masyarakat lokal untuk meningkatkan sektor pertanian Indonesia terhadap krisis seperti perubahan iklim,” ujarnya.

“Partisipasi strategis Indonesia dalam konferensi ini penting untuk membantu memandu kerja FAO di Indonesia serta kawasan Asia-Pasifik untuk mencapai tujuan yang sama, mencapai SDGs tahun 2030,” imbuh Rajendra.

Dalam dua tahun terakhir sejak pandemi kondisi pangan kawasan Asia-Pasifik mengalami kemunduran dalam upaya memerangi kelaparan. Maka sangatlah penting untuk melakukan transformasi sistem pangan di kawasan ini agar menjadi lebih efisien, inklusif, berketahanan, dan berkelanjutan.