JAKARTA – Kalangan pelaku usaha internasional yang tergabung dalam The Business 20 (B20) mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan cita-cita pembangunan komprehensif. Salah satunya, masalah pembiayaan infrastruktur yang paling mendesak yaitu terutama adanya kesenjangan pembiayaan infrastruktur.
“Selain itu kami melihat ada tingkat risiko yang lebih tinggi dan kurangnya pembiayaan yang terjangkau di negara berkembang,” ujar Ketua B20 Indonesia Shinta Kamdani di side event G20 di Bali pekan ini.
Menurut Shinta, hambatan lain yang kerap ditemui adalah keuntungan investasi yang lebih rendah untuk proyek hijau. “Ini kemudian berdampak pula pada kurangnya konektivitas digital di negara berkembang,” tutur dia.
Pengusaha dari kelompok Sahid Group ini mencatat jika kesenjangan pembiayaan infrastruktur global saat ini semakin bertambah. “Kami memperkiraan kesenjangan pembiayaan berada di angka 10,6 triliun dolar AS di antara negara-negara G20 dan 14,9 triliun dolar AS di seluruh dunia pada 2040 mendatang,” katanya.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, B20 merupakan merupakan outreach group dari G20 yang mewakili komunitas bisnis internasional. Melalui keberadaan para pelaku bisnis dari seluruh dunia, B20 merefleksikan peran sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan berimbang.
B20 melakukan sejumlah pertemuan yang bertujuan untuk terus mengembangkan rekomendasi dan menghasilkan komitmen-komitmen relevan dari para pemimpin bisnis dunia dan organisasi bisnis untuk menghadapi isu-isu global yang penting dan berpengaruh secara signifikan.
“Kapasitas investasi antarnegara juga semakin tidak merata dan ini perlu menjadi perhatian kita bersama,” tutup Shinta.