Pemerintah Terus Upayakan Transisi Energi yang Adil dan Terjangkau
Ilustrasi (Foto: Dok. Kementerian ESDM)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menyatakan akan terus mengupayakan transisi energi dari penggunaan berbasis fosil menjadi energi terbarukan demi mencapai pembangunan ekonomi hijau melalui cara-cara yang adil dan terjangkau.

Demikian yang disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani ketika berbicara di agenda side event G20 bertajuk Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia, dikutip Kamis, 14 Juli.

Menurut Menkeu, prinsip keterjangkauan ini bermula dari tantangan ketika menentukan cara mengurangi energi yang tidak terbarukan, terutama batubara, diganti dengan penggunaan dan pembangunan energi terbarukan secara lebih banyak.

Namun demikian, dia menyebut jika hal ini akan memiliki konsekuensi yang serius pada sisi pembiayaan.

“Penghentian penggunaan batubara itu tidak bebas biaya. Mahal sebenarnya, karena akan berdampak pada PLN dalam hal biaya produksi listriknya. Jika konsekuensi biaya meningkat, maka harga listrik menjadi lebih mahal,” tuturnya.

Untuk itu, Menkeu mengatakan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menguji prinsip keterjangkauan transisi energi ini. Pertama, dengan melihat daya beli masyarakat.

"Artinya masyarakat dan industri harus mengkonsumsi listrik yang harganya jauh lebih mahal, mampukah mereka membelinya? Itulah keterjangkauan,” jelas dia.

Kedua, dengan melihat kemampuan PLN ada potensi masyarakat dan industri ternyata tidak mampu membayar harga listrik yang lebih tinggi, maka PLN yang akan menyerap kerugian akibat hal tersebut.

Menkeu melanjutkan bahwa PLN berpotensi akan mengalihkan kerugian tersebut kepada pemerintah. Sehingga, negara harus hadir untuk memberikan subsidi lewat APBN.

Sehingga, dengan ketiga aspek ini akan mampu mentransisikan penggunaan energi dari yang tidak terbarukan menjadi terbarukan tanpa merusak ekonomi rakyat, bisnis dan situasi keuangan PLN, serta anggaran pemerintah.

“Karena pertanyaan tentang keterjangkauan adalah siapa yang harus membayar, berapa yang harus kita bayar dengan cara yang terjangkau,” tutup Menkeu Sri Mulyani.