Pensiunkan PLTU Berkapasitas Total 19 GW hingga 2045, Dirut PLN: Butuh Dana yang Tak Sedikit
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo. (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan pihaknya siap menjalankan arahan pemerintah dalam melakukan transisi energi, salah satunya melalui rencana mempensiunkan PLTU untuk mendukung penurunan emisi.

PLN, kata dia, akan mengurangi jumlah PLTU sekitar 19 GW hingga 2045.

Lalu disusul dengan penggunaan teknologi carbon capture storage (CCUS) pada PLTU yang masih akan beroperasi, untuk dapat mencapai carbon neutral di 2060.

"Untuk menjalankan rencana ini tentu kami butuh dukungan semua pihak. Karena rencana ini membutuhkan dana yang tidak sedikit," ujar Darmawan dalam keterangan resmi, Jumat, 15 Juli.

Sementara itu, pemerintah juga mendukung rencana PT PLN (Persero) dalam mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai salah satu cara untuk mencapai target Carbon Neutral di 2060.

Sebagai bentuk dukungan ke PLN, pemerintah telah merancang mekanisme transisi energi atau energy transition mechanism (ETM) yang merupakan suatu bentuk skema pembiayaan campuran (blended finance) untuk mempercepat pensiun dini PLTU serta membuka investasi untuk energi bersih.

Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati memaparkan skema pembiayaan ETM tersebut bertujuan untuk meningkatkan infrastruktur energi dan mengakselerasi transisi energi bersih menuju net zero emission (NZE) 2060 dengan adil dan terjangkau.

Sri Mulyani menegaskan, proyek transisi energi sudah tidak terhindarkan lagi mengingat perubahan iklim telah menjadi ancaman serius dunia.

Namun, transisi ini selain untuk menjamin masa depan, juga mesti menjaga perekonomian nasional serta daya beli masyarakat, khususnya kelompok miskin.

Untuk itu, Sri Mulyani mengajak seluruh anggota G20 untuk memberikan komitmen dan inisiatifnya dalam pembiayaan transisi energi melalui ETM.

"Inilah yang kami sebut sebagai blended finance (pembiayaan campuran) sebagai komitmen dan determinasi bersama untuk membiayai transisi energi yang adil dan terjangkau,” jelas Sri Mulyani.

Ia juga mengingatkan, sebagai salah satu produsen batu bara terbesar di dunia, transisi energi berdampak besar untuk Indonesia.

Terutama untuk PLN mempensiunkan dini pembangkit berbasis batu bara. Namun, bergantung sepenuhnya pada pembangkit berbasis EBT juga cukup mahal dan berisiko.

Padahal, di sisi lain PLN mesti memastikan bisa menyediakan suplai listrik yang andal dan terjangkau untuk masyarakat.

"Upaya kami dalam mengurangi karbon emisi berperan penting dalam penurunan emisi global. Untuk itu kami dari pemerintah juga akan membuat kerangka kebijakan yang memastikan proses ini kredibel dan menguntungkan semua pihak," tegasnya.