JAKARTA – Tren peningkatan suku bunga acuan yang terjadi di beberapa negara membawa ancaman tersendiri bagi perkembangan sektor bisnis di dalam negeri.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa salah satu lini usaha yang sangat mungkin terdampak adalah sektor perumahan atau properti.
“Interest rate yang sekarang harus kita waspadai cenderung naik dengan inflasi tinggi maka masyarakat akan makin sulit untuk bisa membeli atau punya kemampuan untuk membeli rumah,” ujar Sri Mulyani dalam forum diskusi G20 bertajuk Securitization Summit 2022 pada Rabu, 6 Juli.
Menurut Menkeu, jika situasi ini tidak dikelola secara baik maka bukannya tidak mungkin bisnis properti nasional akan menghadapi tekanan yang berlanjut setelah sebelumnya diterpa krisis akibat pandemi COVID-19.
“Ini akan menjadi salah satu hal implikasi yang pengaruhnya ke sektor perumahan,” tegasnya.
Untuk itu, sambung Menkeu, pemerintah hadir memberikan solusi melalui berbagai program subsidi, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), serta bantuan pembiayaan berbasis tabungan.
BACA JUGA:
“Pemerintah tentu fokus dari penggunaan keuangan negara dengan prinsip keadilan dengan membantu mereka yang berpendapatan rendah agar mereka bisa mendapatkan rumah,” tuturnya.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) hingga saat ini masih mempertahankan level suku bunga acuan terendah sebesar 3,50 persen sejak 2020 lalu guna meredam dampak pelemahan ekonomi akibat faktor pandemi.
Sinyal kenaikan BI rate sendiri sudah mulai nampak dengan laju inflasi yang terus meningkat sejak awal tahun. Bahkan, dalam siaran Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru disebutkan bahwa angka inflasi sudah menembus 4,35 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni lalu.
Torehan itu telah melewati target pemerintah dan BI yang membidik besaran maksimal 4 persen untuk sepanjang tahun ini.