JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menetapkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75 persen. Merespons hal tersebut, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kebijakan tersebut akan mempengaruhi permintaan rumah.
"Efek naiknya suku bunga pinjaman juga mempengaruhi keputusan masyarakat untuk melakukan pembelian rumah atau KPR, karena 70 persen lebih pembelian rumah itu menggunakan fasilitas KPR. Jadi, kalau suku bunga KPR-nya naik, imbasnya akan langsung terasa pada permintaan rumah atau properti," kata Bhima saat dihubungi VOI, Jumat, 20 Januari.
Kemudian, dari sisi rumah tangga, Bhima menyebut efek kenaikan suku bunga acuan juga akan mempengaruhi peminjaman yang dilakukan masyarakat.
"Pelaku usaha tentu tidak semua siap menghadapi tambahan biaya pinjaman, juga mempengaruhi keputusan konsumen atau masyarakat untuk melakukan pembelian kendaraan bermotor," ujarnya.
Oleh karena itu, Bhima menilai perlu adanya mitigasi dari pemerintah pasca-kenaikan suku bunga tersebut guna mengantisipasi dampak-dampak yang akan bermunculan.
"Jadi, harus ada kebijakan mitigasi dari BI dan pemerintah untuk tetap mendorong daya beli dan/atau menstimulus sektor yang akan terdampak langsung," pungkasnya.
Sekadar informasi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen untuk periode Januari 2023.
BACA JUGA:
Dengan kenaikan ini, maka suku bunga deposit facility menjadi sebesar lima persen dan suku bunga lending facility menjadi 6,5 persen.
"Rapat Dewan Gubernur memutuskan menaikkan suku bunga BI 7 days reverse repo rate sebesar 25 basis poin," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Kamis, 19 Januari.