Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan pandangannya terkait dengan persoalan sektor usaha perumahan atau properti yang terjadi di Indonesia. Menurut dia, kompleksitas masalah timbul secara seimbang di dua sisi industri ini.

“Persoalan perumahan di Indonesia ada di dua-duanya, yaitu pada supply side dan demand side. Pasar hanya tercipta kalau permintaan dan penawaran bertemu. Bisa saja bertemu di level equilibrium tertentu, tetapi tidak mencerminkan kebutuhan sebuah perekonomian,” ujarnya saat menjadi pembicara kunci di forum Securitization Summit 2022 pada Rabu, 6 Juli.

Menkeu menjelaskan, problem di sisi demand ada karena sebagian besar masyarakat tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk mengimbangi bandrol properti.

“Mereka sebenarnya punya kemampuan tetapi harga rumahnya tinggi jadi tidak bisa,” tutur dia.

Sementara dari aspek supply, bendahara negara menerangkan bahwa persoalan yang sering dihadapi adalah kenaikan harga tanah dan juga material pendukung pembangunan yang terus melonjak.

“Ini yang menjadikan adanya gap. Oleh karena itu pemerintah punya skema subsidi rumah untuk menjembatani jarak antara kemampuan membeli dengan harga properti yang tinggi. Beberapa skema subsidi ini adalah FLPP atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. Lalu, ada juga Subsidi Selisih Bunga (SSB), serta bantuan pembiayaan berbasis tabungan,” tegasnya.

Mengutip laporan realisasi APBN semester I 2022 yang dilansir Kementerian Keuangan, diketahui bahwa nilai subsidi rumah yang telah diberikan pemerintah adalah sebesar Rp400 miliar. Angka itu setara dengan 7,1 persen dari pagu dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022.

Adapun, subsidi bunga kredit perumahan sampai dengan Juni lalu digunakan untuk pembayaran bunga untuk akad kredit perumahan tahun sebelumnya, dan subsidi bantuan uang muka perumahan dimanfaatkan untuk 63.200 unit rumah yang merupakan akad kredit periode 2022.