Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani diketahui telah mendapat persetujuan Panitia Kerja (Panja A) DPR untuk menaikan asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dari 80 dolar AS menjadi 82 dolar AS per barel di Rancangan APBN 2024.

Dalam keterangannya, Menkeu menjabarkan sejumlah asumsi dasar yang membuat pemerintah mengambil inisiatif untuk mengerek ICP.

“Harga minyak naik dalam beberapa minggu terakhir. Bahkan asumsi sekarang di sekitar 90 dolar per barel. Ini karena dari Arab Saudi maupun Rusia memiliki komitmen untuk menahan atau mengurangi produksi. Bahkan tadi pagi beritanya akan ditahan (produksinya) sampai dengan Desember,” ujar dia rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Kamis, 7 September.

Menurut Menkeu, situasi ini kemudian mendorong peningkatan harga. Terlebih, di negara-negara empat musim sedang menuju periode musim dingin.

Lebih lanjut, Menkeu mengungkapkan jika kebijakan Amerika Serikat dalam mengamankan pasokan energi nasional membuat sisi suplai menjadi lebih tertekan.

“Kita juga mendengar berita (Presiden AS Joe Biden) membatalkan eksplorasi minyak di Alaska. Ini tentu akan menimbulkan dinamika dari supply side-nya,” tegas dia.

Sementara dari faktor permintaan (demand) ekonomi AS masih diliputi ketidakpastian akibat pilihan untuk menurunkan suku bunga atau menjaga pertumbuhan domestik.

“Lalu ekonomi ketiga terbesar di dunia, China, sedang berupa mengembalikan perekonomian yang sekarang cenderung melemah,” katanya.

“Jadi faktor-faktor inilah yang menentukan dinamika harga minyak, baik itu supply-demand maupun prospek ekonomi ke depan,” tegas Menkeu Sri Mulyani.