Bagikan:

JAKARTA - Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Pahala Mansury mengatakan bahwa Indonesia terus berupaya mengembangkan infrastruktur hijau untuk mencapai target pengurangan emisi. 

Dia menyebutkan pemerintah berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 31,9 persen pada tahun 2030 dengan kapasitas nasional dan sebesar 43,2 persen dengan dukungan internasional.

“Indonesia punya potensi membangun tenaga panas bumi sebesar 22 GW, tenaga air sebesar 75 GW, tenaga surya dan biomassa sekitar 6,6 GW, dan tenaga angin sekitar 60,6 GW,” ujarnya dalam rangkaian agenda KTT ASEAN di Jakarta, Rabu, 6 September.

Menurut Pahala, rencana pengembangan ketenagalistrikan kami pada tahun 2022-2030 merupakan rencana pertama dengan komitmen untuk meningkatkan kapasitas listrik dari sumber daya terbarukan. 

“Namun Indo memiliki lebih banyak potensi dalam pengembangan energi terbarukan dibandingkan hanya dalam bidang ketenagalistrikan,” tuturnya.

Pahala menjelaskan, hal itu terlihat pada pengembangan biofuel, biomassa, dan molekul ramah lingkungan lainnya seperti hidrogen hijau. Dia menyebut pada 2023 indonesia telah mengembangkan B35, menggantikan sekitar 35 persen minyak diesel kita. Baru-baru ini Pertamina juga meluncurkan pertamax ramah lingkungan yang menargetkan mampu mencapai E20 pada 2030.

“Kami juga meluncurkan ekosistem kendaraan listrik dengan sekitar 26 persen sumber daya dunia berupa nikel, indo mempunyai rencana ambisius untuk membuat baterai dengan kapasitas lebih dari 140 GWh pada tahun 2030. Negara anggota asean lainnya juga mempunyai potensi besar seperti filipina yang mempunyai potensi yang sangat signifikan dalam bidang nikel,” katanya.

Pahala menambahkan, untuk dapat mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang lebih kohesif, semua pihak perlu menghubungkan klaster industri  di kawasan ASEAN. Hal ini juga merupakan salah satu hasil penting dari KTT ASEAN hari ini, yaitu bagaimana dapat menghubungkan negara-negara anggota ASEAN melalui apa yang kita sebut Jaringan ASEAN. 

“Terakhir, pengembangan ekosistem dan kapasitas produksi tidak akan terwujud tanpa adanya konektivitas antar negara anggota ASEAN. Oleh karena itu, membangun pelabuhan ramah lingkungan dan penyimpanan molekul ramah lingkungan seperti hidrogen ramah lingkungan dan bahan bakar penerbangan berkelanjutan merupakan salah satu elemen kunci dalam mengembangkan ekosistem yang lebih kohesif dan regionalisasi rantai pasokan ekosistem kendaraan listrik,” jelasnya.

Salah satu contohnya, terdapat pasar hidrogen yang sedang berkembang yang akan menciptakan sekitar 1,4 triliun pasar pada tahun 2050 dan oleh karena itu Indo saat ini sedang mendorong inisiatif ini.