JAKARTA - Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Kementerian Pertanian mulai memproduksi vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak guna menanggulangi wabah penyakit tersebut di Indonesia.
"Saya tadi menyaksikan sendiri saat ini proses pengembangan produksi vaksin PMK sedang berlangsung sejak Bapak Menteri menginstrusikan Pusvetma memproduksi kembali vaksin PMK," kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri dalam keterangan tertulis dikutip Antara, Sabtu, 28 Mei.
Kuntoro mengatakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah menginstruksikan langsung kepada Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan agar Pusvetma segera memproduksi vaksin setelah munculnya kasus kejadian PMK di Jawa Timur pada akhir April lalu.
Kuntoro menyampaikan bahwa dengan upaya vaksinasi yang efektif, tindakan pengendalian yang ketat, sistematis dan berkelanjutan telah terbukti pemberantasan PMK di sebagian besar negara menjadi bebas PMK.
Vaksinasi menjadi solusi dan harapan bagi para peternak di seluruh Indonesia. Dengan adanya vaksin PMK, Indonesia diharapkan bisa segera dapat disembuhkan dan kembali menjadi negara bebas PMK.
Sebagai informasi, kemampuan Indonesia dalam produksi vaksin PMK dimulai sejak tahun 1952 dan melakukan program vaksinasi massal sejak tahun 1964. Indonesia sudah bebas dari PMK sejak tahun 1986 dan diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987, serta diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties-OIE) pada 1990.
Sementara itu, Kepala Pusvetma Kementan Edy Budi Susila menjelaskan proses pengembangan produksi vaksin PMK oleh Pusvetma telah berlangsung sejak Menteri Pertanian menginstruksikan diproduksinya kembali vaksin PMK.
BACA JUGA:
Dia menjelaskan proses pengembangan produksi vaksin PMK oleh Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) sebelumnya pernah dilakukan untuk membebaskan Indonesia dari penyakit mulut dan kuku pada 1983-1986. Bertolak pada pengalaman tersebut, ia meyakini bahwa Pusvetma dapat mengembangkan vaksin dalam negeri guna pengendalian PMK ke depan.
Edy mengatakan proses produksi vaksin di Pusvetma dimulai saat ini telah memasuki purifikasi isolate dan fase keenam.
“Proses pembuatan vaksin PMK ini dengan menggunakan teknologi tissue culture dengan sel BKH 21. Vaksin bersifat inaktif dan diformulasikan dengan adjuvant,” katanya.
Edy mengatakan pengembangan produksi vaksin PMK ini memerlukan proses karena Pusvetma sebelumnya tidak memproduksi vaksin penyakit tersebut sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK tanpa vaksinasi oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada tahun 1990.
Dengan berbagai tantangan yang ada, Edy memastikan Tim Pusvetma akan mampu melakukan pengembangan produksi vaksin yang dibutuhkan walaupun memerlukan berbagai penyesuaian. “Pusvetma akan memaksimalkan kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang ada di fasilitas produksi vaksin Pusvetma,” katanya.