Bagikan:

JAKARTA – Peneliti ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengungkapkan bahwa kalangan orang kaya di Indonesia masih enggan untuk membelanjakan uangnya pada awal tahun ini.

Dia mencatat jika pertumbuhan simpanan dengan nominal di atas Rp5 miliar tumbuh 13,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Maret 2022. Laju peningkatan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan simpanan di bawah Rp100 juta yang hanya naik 4,7 persen di periode yang sama.

“Ini artinya orang-orang kaya belum berbelanja. Mungkin mereka berbelanja di luar negeri tidak di dalam negeri,” ujarnya saat memberikan pemaparan kepada awak media secara daring pada Rabu, 11 Mei.

Asumsi tersebut diperkuat oleh penjelasan Abdul yang menyebutkan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan tumbuh double digit sebesar 11,1 persen yoy di Maret 2022. Angka ini sangat kontras dengan gerak intermediasi bank yang hanya membukukan growth sebesar 6,0 persen yoy.

“Kita lihat lagi, alokasi dana bank ke kredit turun menjadi 57,5 persen di Februari 2022 atau lebih kecil dari Februari 2020 yang sebelum pandemi sebanyak 66,6 persen,” tegas dia.

Guna mengakali penumpukan dana yang terjadi, pelaku usaha perbankan kemudian menginvestasikan uang simpanan ini ke dalam instrumen surat berharga agar memperoleh margin. Imbal hasil tersebut lantas digunakan untuk membayar beban bunga kepada nasabah atas simpanan mereka di bank.

“Alokasi dana bank ke surat berharga naik dari 12,83 persen menjadi 18,14 persen,” tutup Abdul.