JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial mengungkapkan arah kebijakan energi nasional saat ini adalah melaksanakan transisi energi yaitu dari energi foil menjadi energi yang lebih bersih, minim emisi dan ramah lingkungan terutama yang berfokus untuk mengembangkan energi terbarukan.
Ego menyebut, pada tahun 2021 yang lalu, realisasi porsi EBT dalam bauran energi Indonesia baru mencapai 11,7 persen.
"Masih jauh dari target yang kita canangkan di 2023. Perlu kerja keras untuk mengatasi gap antara 11,7 sampai 2023 persen di tahun 2025," kata dia dalam acara Green Economy Indonesia Summit 2022 di Jakarta, Rabu 11 Mei.
BACA JUGA:
Sementara itu, upaya tengah dilakukan oleh pemerintah adalah mempromosikan pelaksanaan pembangkit listrik ramah lingkungan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Hingga saat ini, kata dia, Indonesia memiliki program pelaksanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap sebesar 3,6 gigawatt dengan potensi peningkatan bauran 0,8 persen.
"Yang terpenting adalah kita harus fokus dalam mengembangkan EBT yang targetnya sampai 2025 sebesar 10,6 MW yang akan berkontribusi sebesar 11,7 persen dalam bauran energi kita," lanjut Ego.
Selanjutnya, kata dia, Pemerintah juga tengah menggencarkan penerapan bahan bakar nabati sebanyak 11,6 juta kiloliter (KL) dengan potensi peningkatan bauran 4 persen.
Adapun potensi lain yang juga bisa meningkatkan bauran energi terbarukan sebesar 6,5 persen, antara lain kewajiban pembangunan pembangkit energi baru terbarukan di luar wilayah usaha PLN, peningkatan bahan bakar nabati, dan peluasan program co-firing pembangkit listrik tenaga uap milik PLN dan swasta.
Ego mengungkapkan, agar pengembangan energi baru terbarukan bisa berjalan baik, maka dibutuhkan beberapa regulasi yang untuk mendukung percepatan pengembangan energi baru terbarukan, di antaranya Peraturan Presiden mengenai pembelian energi baru terbarukan yang akan membuat harga setrum bersih kian kompetitif dan mampu bersaing dengan energi fosil.
"Kami juga ingin memberikan kemudahan dalam perizinan berusaha yang berasal dari kementerian-kementerian terkait, juga tentunya butuh insentif fiskal dan non-fiskal untuk pengembangan EBT," ujarnya.
Tak hanya itu, kata dia, belum lama ini pemerintah telah menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
RUPTL 2021-2030 ini pun, menurutnya lebih hijau karena porsi energi baru terbarukan (EBT) lebih besar yakni 51,6 persen, sementara porsi energi fosil lebih rendah yakni 48 persen.
"KIta akan terus kembangkan EBT yang lebih masif meliputi PLTS, biomass, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, Pembangkit Listrik Tenaga Angin, Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Nuklir," pungkasnya.