JAKARTA - Transisi energi berkelanjutan menjadi salah satu isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia 2022, di samping dua topik lainnya yakni Sistem Kesehatan Dunia serta Transformasi Ekonomi dan Digital.
"G20 diharapkan dapat mencapai kesepakatan bersama dalam mempercepat transisi energi global, sekaligus memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan dan transisi yang berkeadilan," ujar Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Perencanaan Strategis Yudo Dwinanda Priaadi dikutip Jumat, 7 Januari.
Kata dia, melalui forum ini, Indonesia berkesempatan mendorong upaya kolektif dunia dalam mewujudkan kebijakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi global secara inklusif. Indonesia pun memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia, dukungan penuh terhadap transisi energi global.
Negara-negara anggota G20 menyumbang sekitar 75 persen dari permintaan energi global. Maka dari itu, negara-negara G20 memegang tanggung jawab besar dan peran strategis dalam mendorong pemanfaatan energi bersih.
Energy Transitions Working Group (ETWG) memfokuskan pembahasan pada keamanan energi, akses dan efisiensi, serta transisi ke sistem energi rendah karbon, termasuk juga investasi dan inovasi dalam teknologi yang lebih bersih dan efisien.
Pemerintah Indonesia pun telah berkomitmen dalam mempercepat transisi energi. Selain mematok target bauran energi dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025, Presiden Joko Widodo juga menegaskan komitmen Indonesia dalam pemenuhan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa transisi energi harus mampu menciptakan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Berbagai langkah diambil Kementerian ESDM untuk memuluskan jalan menuju target hijau tersebut. Salah satunya adalah mengurangi dan menghapus penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
"Transisi energi ini sangat penting bagi Indonesia. Apalagi kita bisa meyakinkan masyarakat bahwa proses ini bisa menciptakan masa depan yang lebih baik. Apakah kita melakukan face out (menghapuskan) maupun face down (mengurangi) PLTU, transisi akan segera datang," ujar Arifin.
Selain itu, Pemerintah juga akan menerapkan pajak karbon dengan tarif sebesar Rp30 per kg karbon CO2e. Tarif ini akan mulai diberlakukan pada 1 April 2022 untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan skema cap and tax.
Dari subsektor minyak dan gas bumi, Pemerintah menyiapkan strategi lainnya untuk mereduksi emisi karbon yaitu rencana penerapan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) untuk mengurangi emisi karbon sekaligus meningkatkan produksi migas, pembatasan routine flaring, optimalisasi pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga dan transportasi, serta penurunan emisi metana.