Bagikan:

JAKARTA - Larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan bahan baku minyak goreng dari pemerintah berdampak pada petani di Tanah Air.

Mencegah dampak negatif yang dialami petani, anggota DPR Mulyanto meminta pemerintah membeli kelapa sawit lokal.

"Sebaiknya, Pemerintah memberikan insentif kepada mereka sebab pemerintah harus bertanggung jawab atas kebijakan yang diputuskannya, terutama kepada pihak yang paling rentan terdampak; apalagi pandemi belum berakhir dan daya beli mereka masih lemah," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat 6 Mei.

Setelah kebijakan larangan ekspor CPO diberlakukan, menurut dia, harga tandan buah segar (TBS) sawit hasil produksi petani menjadi anjlok.

Harga TBS, menurut laporan Antara, yang sebelumnya mencapai Rp3.000-Rp4.000, kini hanya dihargai Rp1.200-Rp1.600 per kilogram. Akibatnya, petani menjadi rugi dan serba salah untuk menjual hasil kebunnya, tambahnya.

Salah satu insentif yang penting untuk meringankan petani sawit rakyat adalah melalui penyerapan terhadap produk TBS tersebut dengan harga yang wajar. Misalnya, dengan membeli dan mengolah biofuel atau bahan bakar nabati yang bersifat mandatori dari sawit rakyat, jelasnya.

Dia mengatakan Komisi VII DPR bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah sepakat meningkatkan kuota solar bersubsidi menjadi 17 juta kiloliter untuk tahun 2022, dari sebelumnya yang sekitar 15 juta kiloliter.

Dengan program 30 persen biofuel (B30), katanya, maka minyak sawit mentah lebih dari 5 juta kiloliter dapat terserap. Jika program tersebut dapat ditingkatkan menjadi B40 atau B50, maka serapan minyak sawit mentah rakyat dapat ditingkatkan.

Selain itu, lanjutnya, Pemerintah harus mendorong BUMN di sektor perkebunan beserta anak perusahaannya yang mengolah hasil perkebunan untuk meningkatkan penyerapan produk TBS petani sawit rakyat. Hal itu akan cukup menolong para petani sawit rakyat selama masa pelarangan ekspor CPO.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian di 2019, luas lahan sawit rakyat tercatat mencapai 5,9 juta hektar atau sekitar 41 persen dari luas total lahan sawit nasional; sementara lahan BUMN hanya 4 persen dan sisanya sebesar 55 persen merupakan lahan sawit dari swasta besar.

Dengan penerapan kebijakan pelarangan ekspor CPO tersebut, maka proporsi sawit rakyat menjadi terdampak cukup besar.