Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen (year on year/yoy) adalah bukti nyata dari pemulihan ekonomi yang terus menguat di tengah berbagai ancaman yang terjadi saat ini.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan terdapat dua tantangan besar yang menjadi penentu laju pertumbuhan RI, yaitu COVID-19 varian omicron dan juga gejolak geopolitik.

Menurut dia, omicron yang memuncak dengan kasus harian mencapai 64.000 di Februari lalu sempat dikhawatirkan menjadi kendala bagi kinerja pemulihan. Akan tetapi dia mengklaim efektivitas kebijakan pengendalian pandemi, termasuk keberhasilan percepatan vaksinasi, turut berperan besar meminimalisasi dampak tersebut.

“Di sisi lain, peningkatan harga komoditas dunia akibat konflik Rusia-Ukraina juga masih relatif terbatas ke dalam perekonomian Indonesia. Sehingga kinerja kuartal ini menjadi bekal penting untuk kita agar bisa lebih kuat 2022,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Senin, 9 Mei.

Febrio menambahkan, berbagai indikator positif juga terlihat dari konsumsi rumah tangga mampu tumbuh 4,34 persen yoy. Lalu, tingkat pengangguran yang turun dari 6,26 persen pada Februari 2021 menjadi 5,83 pada Februari 2022 dan pertumbuhan ekspor sebesar 16,22 persen.

“Pemulihan konsumsi domestik maupun peningkatan permintaan ekspor menopang keberlanjutan pemulihan kedua kontributor utama sektor perekonomian,” tuturnya.

Lebih lanjut, anak buah Sri Mulyani itu menjelaskan jika purchasing manager index (PMI) Indonesia di April 2022 meningkat ke level 51,9 dan terkorelasi lewat kenaikan kapasitas produksi terpakai manufaktur mencapai 72,45 persen.

“Angka kapasitas produksi itu menjadi yang tertinggi selama masa pandemi atau mulai mendekati rata-rata kapasitas produksi di masa prapandemi sekitar 75,36 persen di 2019,” ucapnya.

Dari sisi inflasi, Febrio tidak bisa memungkiri bahwa terjadi tren kenaikan yang sejalan dengan harga komoditas global serta periode Ramadan. Kata dia, inflasi April yang sebesar 3,47 persen yoy menguatkan bahwa aktivitas ekonomi telah membaik di seluruh daerah.

“Inflasi inti yang naik mencerminkan daya beli masyarakat yang terus pulih di tengah tekanan harga global dan implementasi kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai),” tegasnya.

“Dalam mengantisipasi dinamika ke depan, APBN terus didorong sebagai shock absorber untuk tetap menjaga pemulihan ekonomi agar tetap berlanjut dan semakin menguat, menjaga penangan kesehatan dan melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan, dan menjaga agar pengelolaan fiskal lebih sehat dan berkelanjutan dalam jangka menengah”, tutup Febrio.