JAKARTA - Minyak goreng hingga saat ini masih sulit didapatkan di pasaran. Bahkan, pedagang di Pasar Aries, Jakarta Barat juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan minyak goreng untuk dijual kembali. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi bahwa pasokan minyak goreng melimpah.
Salah seorang pedagang yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa sudah satu bulan tidak menjual minyak goreng sawit. Sebab, dirinya tidak mendapatkan pasokan minyak goreng dari agen tempatnya membeli.
"Jarang ada sekarang. Susah banget minyak. Biasanya kan ada Tropical, Bimoli, Fortune, Sania, sekarang itu udah enggak ada lagi. Ada keluar minyak goreng (dengan) nama-nama baru, tapi saya enggak jual" tuturnya kepada VOI, saat ditemui di Pasar Aries, Jakarta Barat, Selasa, 15 Maret.
Sementara itu, seorang pedagang lain yang tak mau disebutkan namanya juga mengaku tidak memiliki stok minyak goreng sawit untuk di jual. Sebagai gantinya, dia menjual minyak goreng jagung dengan harga Rp90 ribu per dua liter.
"Ada Barco (minyak kelapa) dan CCO (minyak jagung). Kalau sawit kosong. Bimoli udah lama enggak ada," kata dia.
Harga minyak di atas HET
Tim VOI berhasil pun menemukan pedagang yang menjual minyak goreng sawit dengan merek dagang Sania di Pasar Aries, Jakarta Barat. Namun, harga yang ditawarkan masih jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan.
Kementerian Perdagangan telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yakni harga minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, harga minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan harga minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter.
Ius mengatakan harga minyak yang ia jual memang tidak mengikuti HET pemerintah. Sebab, harga dari agen tepatnya mengambil minyak goreng sudah mencapai Rp16.000 per liter.
"Ada minyak goreng, jual. Harganya Rp18.000 ribu per liter. Kalau dua liter jadi Rp35.000 ribu. Enggak ikut HET pemerintah. Dari agen Rp30.000 ribu-an per dua liter. Kalau satu liter kira-kira Rp16.000 ribu. Beda merek, beda harga," tuturnya.
Ius mengatakan dirinya biasa mendapatkan pasokan minyak dari agen minyak di kawasan Tangerang, Banten. Pasokan yang didapatkan biasanya sebanyak 10 kardus. Tiap kardus berisi 6 kemasan untuk ukuran minyak goreng dua liter, sementara 12 untuk kemasan satu liter.
"Stoknya sekarang udah enggak ada. Cuma tinggal ini aja. Barang datang kadang satu minggu sekali. Kadang dua minggu sekali. Enggak menentu, seadanya (stok) mereka," ucap Ius.
Katanya stok minyak melimpah bahkan becek
Kementerian Perdagangan menyampaikannya bahwa pasokan minyak goreng di pasaran seharusnya melimpah. Saking banyaknya, diibaratkan stok minyak goreng di pasaran becek. Hal ini menjawab keluhan masyarakat yang kesulitan mendapatkan minyak goreng.
BACA JUGA:
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan stok tersebut merupakan hasil kebijakan dari domestic market obligation (DMO). Bahkan, kata Lutfi, distribusi minyak goreng sudah berjalan di 356 kabupaten/kota di Indonesia.
"Kalau kita lihat daripada jumlahnya di lapangan mestinya sudah bukan basah lagi, tapi becek," ujar Lutfi dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 9 Maret.
Lutfi mengatakan, sejak 14 Februari hingga 8 Maret 2022 total ekspor kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya mencapai 2.771.294 ton dan terdapat 126 penerbitan ekspor dari 56 eksportir.
Sementara, total DMO yang terkumpul 573.890 ton. Sedangkan, total DMO terdistribusi 415.787 ton. Pendistribusian dalam bentuk minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan ke pasar.
"Pendistribusian DMO telah melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi satu bulan yang mencapai 327.321 ton," ucapnya.
Menurut data yang dipegang Lutfi, Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penyaluran minyak goreng terbesar yakni 73,6 juta liter. Lalu diikuti Jawa Timur sekitar 71,4 juta liter. Kemudian, DKI Jakarta 57,8 juta liter. Sumatera Utara 49,9 juta liter dan Jawa Tengah 42,9 juta liter.
Secara kabupaten/kota, Jakarta Utara menjadi yang terbesar dengan stok 33,4 juta liter. Kemudian, disusul Kota Bekasi 30 juta liter, Medan 20 juta liter, Surabaya 19 liter dan Jawa Barat 14,9 juta liter.
"Memang persediaannya melimpah," tuturnya.