Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengusulkan pemerintah untuk menetapkan Pertalite sebagai bahan bakar minyak (BBM) dalam penugasan. Ia mengakui sekarang ini secara resminya BBM yang ada dalam penugasan adalah Premium.

"Namun faktanya BBM jenis ini tidak tersedia di pasar. Akibatnya BBM (bensin) yang tersedia dengan harga terjangkau untuk masyarakat luas hanyalah BBM umum Pertalite," ujarnya dalam keterangannya, Jumat 11 Maret.

Menurutnya, penetapan Pertalite sebagai BBM dalam penugasan ini penting, agar negara hadir menjamin ketersediaan BBM (bensin) dengan harga terjangkau masyarakat luas, tidak menyerahkan seratus persen pada mekanisme pasar.

"Untuk menjamin ketersediaan BBM (bensin) yang terjangkau masyarakat luas, sekaligus sebagai pengganti premium yang sudah jarang tersedia, saya mengusulkan pemerintah menetapkan Pertalite sebagai BBM dalam penugasan. Artinya pemerintah menugaskan Pertamina untuk menyediakan Pertalite dengan volume dan harga tertentu untuk didistribusikan ke seluruh wilayah NKRI. Hal ini perlu dilakukan untuk merespon lonjakan harga migas dunia yang menekan harga migas domestik," beber Mulyanto.

Dengan penetapan ini, di satu sisi masyarakat tidak dihantui kekhawatiran akan kenaikan harga Pertalite menyusul kenaikan harga migas dunia yang dipicu oleh meletusnya Perang Rusia-Ukraina.

Di sisi lain, Pertamina juga akan menjadi tenang, karena dengan status Pertalite sebagai BBM dalam penugasan, maka berarti tersedia jaminan Pemerintah atas kompensasi selisih harga keekonomian Pertalite dengan harga jual yang ada sekarang ini.

Mulyanto menambahkan, Perpres Nomor 117 tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM tertanggal 31 Desember 2021, yang akan mengkompensasi 50 persen BBM jenis baru, yakni oplosan pertalite dan premium, masih belum terlaksana.

"Jadi untuk mudahnya, Pemerintah cukup menetapkan Pertalite ini sebagai BBM dalam penugasan dengan harga tetap. Selanjutnya didistribusikan ke seluruh wilayah NKRI. Syukur-syukur kelak bisa turun kembali, bila keadaan sudah normal. Ini opsi yang lebih sederhana dan implementatif," tambahnya.

Ia menambahkan, hal itu sangat dimungkinkan, mengingat kenaikan harga migas dunia juga diikuti dengan melonjaknya harga komoditas batu bara, CPO, tembaga dan juga nikel. Kebijakan pemerintah yang tepat akan meningkatkan penerimaan negara dari ekspor komoditas ini.

"Apalagi kalau pemerintah segera menetapkan kebijakan pengenaan/peningkatan tarif ekspor atau kenaikan royalti secara progresif sesuai kenaikan harga internasional," imbuhnya.

Untuk diketahui, ekspor batubara kita terus meningkat baik volume maupun penerimaannya. Pada tahun 2020 sebanyak 342 juta ton dengan penerimaan sebesar 14,5 miliar dolar AS. Pada tahun 2021 menjadi sebanyak 346 juta ton dengan penerimaan sebesar 26,5 miliar dolar AS. Padahal saat itu harga masih di bawah 100 dolar AS per ton.

"Bisa dibayangkan lonjakan penerimaan di tahun 2022 dengan harga batubara yang mendekati 450 dolar AS per ton," pungkas Mulyanto.