Bagikan:

JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengkonfirmasi kebijakan penghentian sementara transaksi terhadap 121 rekening yang dimiliki oleh 46 pihak di 56 lembaga penyedia jasa keuangan. Penghentian tersebut dilakukan terkait dugaan investasi ilegal dengan total nominal mencapai Rp353,98 miliar.

"Dari jumlah tersebut, sebesar Rp99,11 miliar telah dilakukan pemblokiran oleh penyidik dari Bareskrim Polri dan jumlah ini masih terus bertambah, karena proses penelusuran yang dilakukan sejak Januari 2022 juga masih terus berlangsung," ujar Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, dalam keterangan resminya, sebagaimana dilansir Antara, Kamis, 10 Maret.

Menurut Ivan, PPATK telah menerima 375 laporan berkaitan dengan investasi ilegal yang merugikan masyarakat dengan nilai transaksi mencapai lebih dari Rp8,26 triliun, yang terdiri dari investasi suntik modal alat kesehatan (sunmod alkes), forex, afiliator, dan juga investasi ilegal lainnya.

"Jadi transaksi yang kita pantau sementara adalah sejumlah Rp8,26 triliun sekian dari 375 laporan, termasuk kami melihat adanya aktivitas pembelian barang-barang mewah," tutur Ivan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, para pihak yang memperdagangkan barang mewah tadi memiliki kewajiban melapor kepada PPATK, tetapi sejauh ini laporan tersebut belum diterima.

Karena itu, PPATK terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti kemungkinan transaksi barang mewah tersebut berkaitan dengan upaya pencucian uang.

PPATK juga menemukan bahwa beberapa transaksi terkait investasi ilegal mengalir dari dan ke luar negeri, seperti Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan China.

Ivan menambahkan agar masyarakat lebih berhati-hati terhadap tawaran investasi dengan imbal hasil yang menarik dan instan karena berpotensi sebagai penipuan.

Saat masyarakat mengalami kerugian, para pihak yang menawarkan investasi tersebut berdalih kerugian itu bagian dari risiko yang mesti ditanggung masyarakat, padahal mereka memiliki niat sejak awal untuk melakukan penipuan.

"PPATK terus berupaya melindungi publik dan agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi dan agar masyarakat aware dengan potensi penipuan serupa yang terjadi di kemudian hari," tegas Ivan.