Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis risiko yang ditimbulkan oleh varian omicron dapat dikelola secara lebih baik ketimbang varian delta yang merebak pada pertengahan 2021.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan asumsi tersebut didasarkan pada pengalaman sejumlah negara yang telah lebih dulu mengalami gelombang omicron dibandingkan Indonesia.

“Kita dari awal memang sudah memahami jika eskalasi kasus Omicron akan lebih cepat. Kalau dipelajari dari banyak negara yang sudah melewati fase puncak, kita lihat kasus di Afrika sudah mulai turun dalam beberapa pekan terakhir. Begitu juga dengan di Amerika yang sempat mencapai kasus harian 1 juta kini sudah turun sekitar 200.000-an,” ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis, 10 Februari.

Menurut Febrio, kasus Omicron kali ini tidak serta merta direspon dengan kebijakan pembatasan sosial yang sangat ketat. Kondisi ini disebutnya cukup menguntungkan karena memungkinkan mobilitas masyarakat tetap kuat sehingga sisi ekonomi tidak tertekan terlalu dalam.

“Banyak negara memberikan respons dengan tidak seketat seperti delta kemarin. Ini terlihat dari angka kasus harian yang melonjak cepat tetapi tidak menaikan level restriksi setinggi sebelumnya. Hal ini adalah pelajaran juga bagi kita yang terlihat dari kebijakan PPKM level 3 di Jakarta dengan ada beberapa pelonggaran,” tuturnya.

Lebih lanjut, Febrio menjelaskan jika APBN telah disiapkan untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19 varian Omicron.

“Mengingat tingkat keparahan Omicron lebih rendah dibandingkan delta, maka penguatan klaster kesehatan diarahkan untuk isolasi terpadu, pembagian obat secara masif, serta percepatan vaksin booster,” tegas dia.

Selain itu, sisi perlindungan sosial akan dipercepat penyalurannya kepada masyarakat, seperti percepatan pencairan PKH pada triwulan I dari sebelumnya di triwulan II. Kemudian, penyaluran program kartu sembako bagi 1,8 juta penerima masing-masing Rp200.000 di Februari 2022.

Sebagai informasi, pemerintah sendiri mengalokasikan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022 sebesar 455,62 triliun.

Jumlah tersebut disebar ke dalam tiga klaster. Pertama, penanganan kesehatan Rp122,5 triliun. Kedua, perlindungan masyarakat sebesar Rp154,8 triliun. Serta yang ketiga adalah penguatan pemulihan ekonomi Rp178,3 triliun.