Bagikan:

JAKARTA - Proses perdamaian PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex dan ketiga anak perusahaannya dengan PT Bank QNB Indonesia Tbk dan PT Citibank, N. A Indonesia, memasuki babak baru. Perusahaan tekstil milik konglomerat Iwan Lukminto ini harus memulai proses kasasi yang diajukan dua krediturnya itu.

Seperti disampaikan Corporate Secretary Sritex Welly Salam kepada Bursa Efek Indonesia, Rabu, 9 Februari.

Welyy menyampaikan, pada 28 Januari lalu, pihaknya menerima putusan atas pengesahan rencana perdamaian (homologasi) Sritex dan anak usaha (PT Sinar Pantja Djaja, PT Biratex Indutries dan PT Primayudha Mandiri Jaya) dalam perkara PKPU Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Smg.

"Terhadap putusan homologasi itu, kami telah menerima pemberitahuan pernyataan memori kasasi dari Pengadilan Negeri Semarang pada 7 Februari 2022," ungkap Welly.

Berdasarkan surat Welly tersebut, dengan dimulainya proses kasasi maka putusan homoligasi belum memiliki kekuatan hukum tetap dan final. Sehingga, ketentuan yang diatur dalam rencana perdamaian (sepanjang ketentuan-ketentuan tersebut mensyarakan rencana perdamaian untuk memiliki kekuatan hukum dan final) masih belum berlaku.

Sebelumnya, Sritex sempat mendapat persetujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Saat itu, mayoritas kreditur telah memberikan persetujuan atas proposal rencana perdamaian yang diajukan Sritex dalam rapat kreditur dengan agenda pemungutan suara alias voting yang digelar Jumat 21 Januari lalu.

Berdasarkan data Tim Pengurus PKPU Sritex, 100 persen dari jumlah kreditur separatis yang hadir yang mewakili seluruh tagihan kreditur separatis yang hadir memberikan suara setuju. Sementara itu, sebanyak 75 persen dari jumlah kreditur konkuren yang hadir yang mewakili 67,39 persen dari tagihan kreditur konkuren yang hadir juga memberikan suara setuju.

Bahkan Presiden Direktur Sritex Iwan Setiawan Lukminto sempat memberikan apresiasi atas tercapainya perdamaian, terutama kepada kreditur yang bersedia bekerja sama dalam menyukseskan restrukturisasi perusahaan. Menurut Iwan, dukungan kreditur sangat penting bagi proses perdamaian dan restrukturisasi perusahaan.

"Kami yakin, hubungan baik dan dukungan penuh dari kreditur bisa menjadi landasan bagi perusahaan agar menjadi lebih baik lagi," ujar Iwan dalam keterangan resmi, Rabu, 26 Januari.

Sebagai tambahan informasi, pokok utang yang telah jatuh tempo dan terutang berdasarkan dokumen keuangan asal pada tanggal putusan PKPU yang akan Sritex selesaikan sebesar Rp19,96 triliun.

Jumlah pokok utang tersebut terdiri dari fasilitas bilateral sebesar Rp5,87 triliun serta 178,96 juta dan 7,5 juta euro, fasilitas sindikasi sebesar 350,03 juta dolar AS, utang obligasi sebesar 375 juta dolar AS, utang medium term notes (MTN) sebesar 25 juta dolar AS, dan fasilitas leasing sebesar Rp289,5 miliar dan 1 juta dolara AS.