Bagikan:

JAKARTA - Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 terkait relaksasi impor, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) belum mampu bangkit sepenuhnya. Terbaru, ada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) yang dinyatakan pailit karena tidak bisa membayar utang.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, kondisi industri TPT sempat membaik ketika berlaku Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023, yang sekarang diganti dengan Permendag Nomor 8 Tahun 2024.

Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto menyebut, Permendag 8 membuat industri tekstil terdisrupsi terlalu dalam.

"Permendag 8 itu, kan, masalah klasik yang sudah tahu, ya, semuanya. Jadi, lihat saja pelaku industri tekstil ini banyak yang kena (tutup). Banyak yang terdisrupsi terlalu dalam sampai ada yang tutup, ya. Jadi, sangat signifikan (dampaknya). Tetapi, itu semuanya kami serahkan ke kementerian untuk regulasinya," ujar Iwan saat ditemui wartawan di kantor Kemenperin, Senin, 28 Oktober.

"Semua regulasi ada di kementerian," sambungnya.

Sebelumnya, Bos emiten tekstil Sritex (SRIL) Iwan Setiawan Lukminto telah mengadakan pertemuan khusus dengan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), hari ini.

Saat ditemui wartawan di kantor Kemenperin, Iwan mengaku membahas strategi besar tentang keberlanjutan raksasa industri tekstil di Asia Tenggara tersebut ke depannya.

"Jadi, istilahnya membuat strategi besar, lah. Intinya begitu. Bagaimana untuk bisa semuanya lebih sustainable (berkelanjutan)," ucapnya.

Iwan menilai, dalam merencanakan strategi besar itu, pihaknya tidak ingin tanggung-tanggung.

Sehingga, masyarakat yang terlibat di dalam Sritex merasakan langsung dampaknya.

"Kabar baiknya itu (rencananya) bisa dirasakan masyarakat langsung, intinya itu," katanya.