Bagikan:

JAKARTA - Perusahaan tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex dan ketiga anak perusahaannya akhirnya lolos dari ancaman kebangkrutan. Hal itu menyusul persetujuan mayoritas kreditur, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sritex berakhir dengan telah disahkannya rencana perdamaian yang diajukan Stritex.

Seperti diketahui, Sritex dan ketiga anak usahanya ditetapkan berada dalam keadaan PKPU sejak 6 Mei lalu dengan dikabulkannya permohonan PKPU yang diajukan CV Prima Karya. Ketiga anak usaha tersebut adalah PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

Alfin Sulaiman, Anggota Tim Pengurus PKPU Sritex, mengatakan, Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim yang digelar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada Selasa 25 Januari memutuskan mengesahkan rencana perdamaian Sritex dan anak usahanya.

Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Rabu 26 Januari, Corporate Secretary Sritex Welly Salam mengatakan, dengan dihomologasinya rencana perdamaian tersebut, Sritex dan anak usahanya tidak lagi berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Seperti diketahui, mayoritas kreditur telah memberikan persetujuan atas proposal rencana perdamaian yang diajukan Sritex dalam rapat kreditur dengan agenda pemungutan suara alias voting yang digelar Jumat 21 Januari lalu.

Berdasarkan data Tim Pengurus PKPU Sritex, 100 persen dari jumlah kreditur separatis yang hadir yang mewakili seluruh tagihan kreditur separatis yang hadir memberikan suara setuju. Sementara itu, sebanyak 75 persen dari jumlah kreditur konkuren yang hadir yang mewakili 67,39 persen dari tagihan kreditur konkuren yang hadir juga memberikan suara setuju.

Dengan demikian, pemungutan suara atas rencana perdamaian Sritex telah memenuhi kuorum. Menurut Alfin, sebagai salah satu perusahaan padat karya yang menjadi penopang hidup mayoritas masyarakat Solo dan Sukoharjo, sudah sepatutnya Sritex dilepaskan dari ancaman kebangkrutan dan tetap melanjutkan usahanya.

Presiden Direktur Sritex Iwan Setiawan Lukminto memberikan apresiasi atas tercapainya perdamaian, terutama kepada kreditur yang bersedia bekerja sama dalam menyukseskan restrukturisasi perusahaan. Menurut Iwan, dukungan kreditur sangat penting bagi proses perdamaian dan restrukturisasi perusahaan.

"Kami yakin, hubungan baik dan dukungan penuh dari kreditur bisa menjadi landasan bagi perusahaan agar menjadi lebih baik lagi," ujar Iwan dalam keterangan resmi.

Keberhasilan Sritex dalam mencapai perdamaian dengan para krediturnya merupakan cerminan kepercayaan pada kreditur kepada Sritex dan kelangsungan usaha maupun masa depan perusahaan. Sritex menghormati sikap kreditur konkuren yang menolak proposal perdamaian.

Maklum, jumlah suara setuju dari kreditur konkuren nyaris tidak mencapai kuorum. Seperti diketahui, berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU, rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur, baik konkuren maupun separatis, yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian atau dari seluruh tagihan kreditur baik konkuren maupun separatis yang hadir.

Berdasarkan rencana perdamaian yang telah dihomologasi, Sritex dalam proposalnya mengusulkan untuk membatalkan setiap dan seluruh bunga, denda, dan biaya lainnya yang dibukukan sehubungan dengan utang-utangnya pada tanggal homologasi.

Pokok utang yang telah jatuh tempo dan terutang berdasarkan dokumen keuangan asal pada tanggal putusan PKPU yang akan Sritex selesaikan sebesar Rp19,96 triliun.

Jumlah pokok utang tersebut terdiri dari fasilitas bilateral sebesar Rp5,87 triliun serta 178,96 juta dan 7,5 juta euro, fasilitas sindikasi sebesar 350,03 juta dolar AS, utang obligasi sebesar 375 juta dolar AS, utang medium term notes (MTN) sebesar 25 juta dolar AS, dan fasilitas leasing sebesar Rp289,5 miliar dan 1 juta dolara AS.

Sritex akan menyelesaikan seluruh utang bilateral dan utang sindikasi melalui alokasi Secured Working Capital Revolver, Secured Term Loan, dan Unsecured Term Loan atau Mandatory Convertible Loan.

Sritex akan merestrukturisasi pokok terutang dari utang bilateral dan utang sindikasi senilai 267,2 juta dolar AS menjadi Secured Working Capital Revolver. Fasilitas ini memiliki jangka waktu lima tahun dari tanggal efektif.

Sementara pokok utang bilateral dan utang sindikasi senilai 340,1 juta dolar AS akan direstrukturisasi menjadi fasilitas Secured Term Loan. Jangka waktunya sembilan tahun.

Kemudian, Sritex akan merestrukturisasi pokok utang bilateral dan utang sindikasi senilai 344 juta dolar AS menjadi fasilitas Unsecured Term Loan. Jangka waktu fasilitas ini 12 tahun setelah tanggal efektif.

Segera setelah tanggal efektif, Sritex akan mengundang pemegang utang bilateral maupun utang sindikasi untuk memilih menerima Unsecured Term Loan atau Mandatory Convertible Loan. Pemegang utang yang tidak ingin menerima Unsecured Term Loan bisa memilih Mandatory Convertible Loan.

Mandatory Convertible Loan memiliki jangka waktu lima tahun sejak tanggal efektif. Konversi utang mendasi saham SRIL bisa dimulai sejak tahun ketiga. Pada saat jatuh tempo, setiap dan seluruh nilai pokok terutang Mandatory Convertible Loan yang tersisa akan dikonversi menjadi saham SRIL.