JAKARTA - Pengamat menilai rencana pemerintah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) untuk menjaga ketersediaan pasokan batu bara bakal memperumit Domestic Market Obligation (DMO).
Pengamat Hukum Tambang Ahmad Redi mengungkapkan, kelembagaan baru dengan membentuk BLU ini menurutnya menambah birokratisasi tata kelola DMO.
"Tata kelola DMO untuk pemenuhan batu bara bagi PLN makin rumit, berbelit-belit, potensial moral hazard karena menyangkut manajemen iuran, pola subsidi dari BLU yang kompleks," ujarnya kepada VOI, Jumat 14 Januari.
Padahal, selama ini, lanjutnya, mekanisme pemenuhan batu bara untuk PLN sdh sangat sederhana.
"Ada DMO, harga patokan jual beli batu bara untuk PLN ditentukan pemerintah. Pelaku usaha tinggal memenuhi kewajiban DMO sesuai dengan jumlah dan harga yang telah ditentukan pemerintah,"kata Redi.
Ia melanjutkan, konsep harga batu bara untuk PLN yang mengikuti harga pasar tentu akan merugikan PLN, termasuk Kementerian Keuangan akan terdampak karena batu bara dijual dengan harga pasar akan memberatkan keuangan negara.
"Lalu ada mekanisme subsidi dari BLU yang notabenenya juga satuan kerja pemerintah," imbuh Redi.
BACA JUGA:
Lebih jauh Redi mengungkapkan, pelaku usaha sesungguhnya telah diikat oleh UU dan PP di bidang minerba, bahwa mereka wajib DMO dan harga patokannya ditentukan oleh pemerintah.
"Bila mereka tidak taat, larangan ekspor dan pencabutan IUP/IUPK dapat dilakukan," kata dia.
Pun demikian akan ada potensi kenaikan harga Tarif Dasar Listrik (TDL) apabila harga batu bara naik, apalagi dilepas dengan harga pasar yang sangat fluktuatif.
"Tugas negara menjaga harga keekonomian energi terselenggara dengan baik agar ketahanan energi terjadi, yaitu terpenuhi (availability) energi dengan mudah (accessibility) dan terjangkau (affordability) bagi masyarakat," pungkasnya.