Komisi VII DPR Minta Transparan Soal Stok Batu Bara
Ilustrasi/antara

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) transparan mengenai stok batu bara guna memenuhi kebutuhan pembangkit listrik.

Hal ini disampaikan Kardaya dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif beserta jajarannya, Kamis, 13 Januari.

Pasalnya, pada 24 Desember 2021, Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat mengunjungi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Saguling untuk memastikan keandalan pasokan listrik menyambut momen Natal dan Tahun Baru 2022 dan PLN memastikan persediaaan bahan baku pembangkit listrik aman.

"Kenyataannya tiga hari kemudian nyatakan akan blackout," ujar Kardaya.

Kemudian, Kardaya juga menyayangkan wacana pemerintah yang akan menghapus skema DMO batu bara yang berlaku saat ini. Menurut dia, wacana ini tidak tepat.

Harga khusus untuk batu bara yang dipasok ke pembangkit dalam negeri rencananya ditiadakan dan PLN membeli batu bara dengan harga pasar. Namun, PLN akan mendapat subsidi dari BLU yang akan dibentuk.

"Kalau pakai harga pasar, tidak ada DMO lagi, berarti tidak paham tujuan DMO. Kok DMOharga pasar? Sama saja perusahaan China datang ke sini. Karena ini menyangkut masalah subsidi dan biaya pembangkitan. Kalo tarif naik, yang sengsara rakyat,"bebernya.

Saat ini pemerintah sedang menyiapkan skema Badan Layanan Umum (BLU) untuk pungutan batu bara tersebut. Kelak, produsen batu bara atau penjual batu bara ke PLN akan dikenakan pungutan berupa selisih harga dari harga batu bara 70 dolar Amerika per ton.

Kebijakan itu diputuskan pemerintah agar persoalan menipisnya batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri tidak lagi terjadi.

Di sisi lain, pemerintah juga memutuskan untuk meniadakan skema penjualan free on board (FOB) untuk pasokan batu bara dalam negeri. Seluruh pembelian akan dilakukan dengan skema cost in insurance and freight (CIF).