JAKARTA - Soal dijual atau tidaknya Bandara Kualanamu ke pihak asing masih menjadi polemik. Stafsus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan soal keterkaitan antara kepemilikan saham dengan sistem build operate transfer (BOT) yang dijalankan PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II dengan GMR Airports Consortium dalam pengembangan Bandara Kualanamu di Deli Serdang.
"Untuk menjawab sesatpikir @msaid_didu kenapa sistem BOT tapi pihak GMR memiliki saham 49 % yang artinya aset dijual sebesar 49 %," tulis Arya dalam akun @AryaSinulingga, dikutip Sabtu 27 November.
Stafsus Erick Thohir ini menjelaskan AP II memberikan hak pengelolaan kepada anak perusahaan dalam hal ini PT Angkasa Pura Aviasi dengan GMR Airports, perusahaan yang dibentuk oleh GMR Group asal India dan Aéroports de Paris Group (ADP) asal Prancis.
Hak pengelolaan dalam bentuk BOT tersebut, lanjutnya, dilaksanakan selama 25 tahun. Artinya, setelah 25 tahun, maka hak pengelolaan tersebut kembali diberikan kepada AP II.
"Sesat pikir @msaid_didu yang pertama adalah, bagaimana bisa aset dijual 49 %, kalau setelah 25 tahun dikembalikan kepada AP II. Mana ada jual aset kalau nantinya dikembalikan kepada pemiliknya," tulisnya.
Lebih lanjut Aya berpendapat jika aset dijual, maka pemiliknya akan menyerahkan aset kepada yang membeli tanpa ada kewajiban untuk mengembalikan lagi kepada pemilik semula. Adapun, perusahaan pengelolaan yang dibentuk oleh anak perusahaan AP II dan GMR berwujud perseroan terbatas.
Perseroan terbatas tersebut, komposisi sahamnya dimiliki oleh PT Angkasa Pura Aviasi dan GMR, masing-masing memiliki 51 persen dan 49 persen. Hubungan kepemilikan saham di perusahaan pengelolaan dengan kepemilikan aset, karena haknya adalah hak pengelolaan.
"Jika benar demikian, malah lebih baik kondisi saat ini ketika BOT malah tdk diberikan semua kepada pihak ketiga, tapi masih dikuasai mayoritas saham oleh anak BUMN," kata Arya.
BACA JUGA:
Sementara, eks Sekretaris Kementerian BUMN M. Said Didu menuliskan narasi dalam akun Twitter @msaid_didu.
"Bagaimana modus penjualan bandara kuala namu diawali dg pembelokan pengertian asset BUMN/Negara, penjualan saham dibungkus seakakan kerjasama, serta betapa bahayanya jika modus ini berlanjut - apakah ke depan kita masih punya BUMN ?" tulis Said Didu.
Menurutnya, jika sudah menyangkut pelepasan saham itu berarti sudah termasuk penjualan aset dan bukan lagi joint operation. Seharusnya para pihak hanya memasukkan modal untuk mengelola fasilitas dan berbagi laba sesuai kesepakatan tanpa ada perpindahan saham.
"Yang perlu diurus bandara mangkrak Kertajati dan Soedirman - eh malah yg 'diurus' bandara Kualanamu yg jelas sehat dan baik," tulis Said dalam akun @msaid_didu.