Bagikan:

JAKARTA - Kongres Amerika Serikat tengah mati-matian berupaya menaikan batas utang negaranya. Sebab kalau tidak, negara itu terancam mengalami default atau gagal bayar pertama dalam sejarah. Apa yang sebenarnya terjadi pada negara adi daya tersebut? Dan apa dampaknya bagi Indonesia?

Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen berseru kepada kongres. Ia mengatakan kalau krisis ekonomi ini tak menemukan titik terang, hampir dipastikan bencana akan menghampiri Negara Paman Sam dalam waktu kurang dari tiga minggu ke depan.

Karenanya ia meminta kongres mengambil langkah serius untuk menaikkan batas utang sebelum 18 Oktober. Kalau tidak, AS terancam mengalami default atau gagal bayar pertama dalam sejarah.

"Kami sekarang memperkirakan bahwa Departemen Keuangan kemungkinan akan kehabisan langkah-langkah luar biasa jika kongres tidak bertindak untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang pada 18 Oktober," ujar Yellen dikutip CNBC Rabu 29 September.

Yellen mengungkapkan ancaman-ancaman yang bisa terjadi bila batasan utang ini tidak dinaikkan. "Anda bisa saja melihat lonjakan suku bunga jika plafon utang tidak dinaikkan. Saya pikir akan ada krisis keuangan dan bencana."

Debt ceiling atau batas utang menjadi masalah utama dalam kegegeran ini. Dan penangguhan batas utang AS baru saja diakhiri. Padahal pemerintah mengaku tak mampu lagi membayar semua kewajiban utangnya per Oktober mendatang. Lantas apa itu sebenarnya batas utang?

Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Masalah batas utang

Seperti dirangkum Detik, batas utang sederhananya merupakan jumlah uang maksimal yang dapat dipinjam Kementerian Keuangan AS dalam bentuk penjualan obligasi. Uang dari utang ini kemudian akan digunakan untuk membayar sejumlah kewajiban keuangan setiap bulan. Mulai dari jaminan sosial, pembayaran asuransi kesehatan AS Medicare, dan program lain seperti pengembalian pajak.

Kalau utang sudah mencapai batas, tanpa seizin kongres, Kementerian Keuangan tidak dapat berutang lagi, alhasil pemerintah AS tak dapat membayar kewajibannya alias default. Apalagi utang diperlukan karena pemerintah AS sekarang ini lebih banyak menghabiskan uang daripada penerimaan pajak.

Batas utang AS sendiri telah meningkat berkala sejak pertama kali diperkenalkan pada 1917 silam. Lalu sejak 1960, plafon utang telah dinaikkan atau ditangguhkan sebanyak 78 kali.

Kantor Anggaran Kongres AS memperkirakan pada Juli batas utang perlu dinaikkan dari 22 triliun dolar AS menjadi 28,5 triliun dolar AS. Sementara Kemenkeu As mengatakan bahwa kegagalan untuk menaikkan pagu, dan akibatnya membiarkan pemerintah gagal membayar kewajibannya akan memiliki konsekuensi ekonomi yang besar. Lantas apa yang memicu terjadinya goncangan ekonomi AS sebenarnya?

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan faktor terbesar pemicu gagal bayar AS. Kata dia setidaknya ada tiga faktor penyebab krisis ekonomi AS.

Pertama, soal gemuknya belanja militer AS. Kedua karena banyaknya program pemberian insentif pajak terutama di era Presiden George Bush dan Presiden Donald Trump. Terakhir karena program jaminan sosial dan belanja kesehatan yang besar.

"Belanja militernya terlalu gemuk, banyak berikan insentif pajak terutama di era Bush dan Trump. Lalu social security program dan belanja kesehatan nya juga besar," kata Bhima kepada VOI.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen (Sumber: CoinDesk)

Dampak terhadap Indonesia

Ekonom dari Moody's Analytics, Mark Zandi membeberkan dampak dari kebuntuan kenaikan plafon utang AS. Menurutnya seperti dikutip The Post dampak dari krisis tersebut setidaknya akan membebani perekonomian Paman Sam hingga 6 juta pekerja, menghapus kekayaan ruamah tangga sebanyak 15 triliun dolar AS, dan mengatrol tingkat pengangguran menjadi sekitar 9 persen dari 5 persen.

Soal ribut-ribut di kongres AS, sebetulnya anggota parlemen dari kedua pihak telah sepakat kalau plafon utang harus dinaikkan untuk menghindari bencana ekonomi. Namun pembahasan jadi buntu ketika kongres membahas bagaimana cara melakukannya. Partai Republik berkeras menolak membantu Demokrat meningkatkan pagu utang, bertentangan dengan rencana pengeluaran Presiden Joe Biden.

Kegagalan peningkatan batas utang ini bakal membawa malapetaka bagi pasar keuangan global. Suku bunga akan melonjak karena investor menuntut tingkat pengembalian yang lebih tinggi mengingat ketidakpastian tentang pembayaran meningkat.

Kenaikan suku bunga juga bakal menaikkan biaya untuk pembayar pajak, konsumen dan kreditor. Dan yang pasti, nilai dolar AS juga akan turun dalam jangka panjang. Sementara biaya kredit mobil dan rumah di AS akan meningkat. Lalu bagaimana dampaknya bagi Indonesia?

Apabila kongres AS masih berkeras menolak untuk mendukung peningkatan atau penangguhan plafon utang, pemerintah AS tak akan mampu membayar gaji pegawai negeri, mengirim uang ke pensiunan, atau membayar utang negara. Otomatis karena hal ini, bukan tidak mungkin pemerintah AS akan tutup atau shutdown.

Ekonom Bhima Yudhistira menjelaskan, kalau hal itu sampai terjadi, memang dampaknya bakal terasa bagi ekonomi Indonesia. Tapi tidak signifikan. "Kalau terjadi dampaknya relatif kecil ke ekonomi Indonesia."

Salah dua dampak yang terasa bagi Indonesia adalah dari sektor ekspor dan keuangan. "Karena government shutdown ini bakal berpengaruh terhadap kinerja ekspor ke AS. Tapi ekspor-eskpor tertentu. Kemudian juga akan meningkatkan risiko pada sektor keuangan." kata Bhima.

Kendati demikian, menurut Bhima risiko-risiko tersebut kemungkinan terjadinya kecil. "Karena pemerintah AS tetap mengupayakan konsolidasi secara politik sehingga government shutdown ini harapannya tidak terjadi. ataupun kalau terjadi tidak berlangsung terlalu lama. jadi sebetulnya kita tidak perlu terlalu cemas berlebihan," pungkasnya.

*Baca Informasi lain tentang UTANG atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya