JAKARTA - Viral babi ngepet di Bedahan, Sawangan, Depok, Jawa Barat berakhir 'plot twist'. Polisi memastikan kisah babi jadi-jadian itu rekayasa. Yang menarik adalah penghakiman 'kaum modern', yang menganggap peradaban kelompok lain tertinggal cuma karena yakin babi ngepet ada. Pemikiran ini sejak awal keliru. Mistis, bagaimanapun hidup, meski di tengah kehidupan modern. Kapitalisme jadi jembatannya.
"Kami sampaikan bahwa semuanya yang sudah viral dari sebelumnya itu adalah hoaks. Berita bohong," ungkap Kapolresta Depok Kombes Imran Siregar, Kamis, 29 April.
Kisah babi ngepet di Bedahan, Sawangan, Depok, Jawa Barat ini berawal dari cerita seorang warga bernama Adi yang kehilangan uang Rp1 hingga Rp2 juta. Adam Ibrahim mengatakan kepada Adi bahwa uangnya mungkin dicuri oleh tuyul atau babi ngepet.
Dari situ, Adam Ibrahim --yang merupakan ustaz sekitar-- bersama beberapa warga lain merekayasa isu babi ngepet. Babi itu mereka pesan lewat online shop dengan harga Rp900 ribu plus ongkos kirim Rp200 ribu.
“Jadi tersangka ini bekerja sama sekitar delapan orang membuat cerita mengarang cerita, seolah-olah babi ngepet itu benar. Ternyata itu rekayasa dari tersangka dan teman-temannya. Jadi sebelumnya disampaikan babi itu ada kalung di lehernya, ikat kepala merah, itu adalah bohong. Tidak benar itu,” tutur Imran Siregar.
Adapun alasan rekayasa ini dilakukan Adam Ibrahim agar ketokohannya makin dikenal dan majelis taklimnya tambah ramai. Akibat perbuatannya, Adam Ibrahim diancam jeratan Pasal 14 Ayat 1 atau Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sebelum dinyatakan hoaks, orang-orang terbagi dua: mereka yang menolak percaya cerita babi ngepet dan mereka yang dianggap tertinggal peradabannya karena meyakini babi ngepet benar-benar ada. Situasi ini menarik karena sejatinya kemodernan tak pernah berkaitan langsung dengan kenapa masih ada orang percaya mistik dan tidak.
Apa itu modernisasi?
Kita tengok dulu definisi modernisasi. Menurut Sorerjono Soekanto, dalam Sosiologi Suatu Pengantar (1994), modernisasi adalah perubahan-perubahan di dalam masyarakat mengenai perubahan norma sosial, nilai sosial, susunan lembaga yang ada di masyarakat, pola perilaku sosial, dan segala aspek dalam kehidupan sosial.
Dalam Study Lecture Notes, dijelaskan delapan ciri-ciri atau kriteria masyarakat modern. Pertama, turut serta dalam pengembangan inovasi dalam sektor industri dan teknologi. Kedua, adanya urbanisasi. Ciri lain masyarakat modern, mereka heterogen dan pekerjaannya tak bergantung pada alam.
Masyarakat modern juga dicirikan sebagai mereka yang mampu membuka peluang dan kesempatan kerja yang tinggi. Ciri lain masyarakat modern, stratifikasi sosial atau sistem kelas lebih kentara. Masyarakat modern juga lebih individualis. Mobilitasnya tinggi. Dalam konteks lebih umum, masyarakat modern juga dicirikan dengan mereka yang hidup dalam fasilitas perkotaan yang memadai.
Mengutip artikel Museum dan Masyarakat Modern yang dipublikasikan situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, salah satu ciri masyarakat modern adalah memberi apresiasi atas peran individu atau kelompok dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, orang modern adalah mereka yang menjunjung tinggi penghormatan terhadap sesama.
Modern dimulai dari pemikiran. Keterbukaan menerima perbedaan jadi ciri khusus masyarakat modern. Karenanya, mengerdilkan orang yang menerima keberadaan babi ngepet dengan nilai-nilai fantasiah nan mistik tak bisa menjadikan seseorang lebih modern dari yang lain.
Bagaimana hal mistik hidup di dunia modern?
Pada akhirnya, mereka yang antimistik tak berarti lebih modern dari yang tertarik pada sensasi mistik. Pun sebaliknya. Penikmat sensasi mistik bukannya tertinggal secara peradaban. Menurut Tantan, mistik pun bagian dari modernisasi.
Teknologi, menurut kamu bukan hal mistik? Ia tetap mistik, namun telah melalui proses transformasi dari hal yang tak terjelaskan menjadi hal yang lebih terjelaskan.
"Contohnya, seperti kita telepon ini. Bagaimana kita komunikasi jarak jauh? Dulu telepati tak terjelaskan. Sekarang, ada telepon yang lebih terjelasan," kata Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah, Tantan Hermansah kepada VOI, Kamis, 29 April.
"Nah masalah ini persoalan rasionalitas ... Persekutuan realitas modern dan mistis itu enggak ada batas dan jembatannya teknologi."
"Anomalitas masyarakat modern ini. Jadi kalau dulu pada hal mistis kita mengikuti apa kata dukun. Kita kan ikut-ikut saja. Sekarang kita juga ketika beli sesuatu yang katanya canggih kita juga ikut saja kan tanpa tanya ke Microsoft atau Apple."
Hal mistik, di zaman modern pun hidup, bahkan ikut dikapitalisasi. Lihat saja program televisi yang menjual interaksi-interaksi gaib, antara kamera canggih, paranormal, dan hantu-hantu. Begitu pula yang terjadi dengan kisah babi ngepet di Sawangan, bukan?
Jangan-jangan yang paling modern dari semua orang dalam keributan babi ngepet ini justru Adam Ibrahim, ustaz dari Sawangan otak rekayasa kisah babi ngepet? Kami serius. Jika merujuk definisi modernisasi versi Anthony Giddens, ia menekankan ciri khusus lain dari masyarakat modern adalah mereka yang melek terhadap kapitalisme.
Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah, Tantan Hermansah mengamini sudut pandang ini. Apa yang dilakukan Adam Ibrahim adalah bentuk adaptasi nilai mistik ke dalam kehidupan modern. Adam Ibrahim tahu, secara sosial, ia membutuhkan legitimasi. Apalagi di era post-truth, ketika sumber informasi lebih penting dari informasi itu sendiri.
"Nah, malah jelas itu. Itu ciri masyarakat modern salah satunya. Entah dia membaca Giddens atau tidak. Yang jelas dia tahu cara bekerja kapitalisme kan. Ujung-ujungnya kapital juga. Dasarnya itu," Tantan.
"Orang yang populer jauh lebih dituruti daripada yang berilmu. Jadi yang populer walaupun ngaco itu lebih dituruti ketimbang yang berilmu. Maka kemudian setiap orang mengejar itu apapun caranya, termasuk pelaku di Depok ini," tambah Tantan.
*Baca Informasi lain soal VIRAL MEDIA SOSIAL atau baca tulisan menarik lain dari Rizky Adytia Pramana juga Yudhistira Mahabharata.